SERAYUNEWS- Fenomena viral ucapan BigMo Jannah yang dianggap keluar dari Islam kembali memicu perbincangan publik tentang makna dan hukum murtad, khususnya murtad qauliyah.
Dalam ajaran Islam, murtad termasuk dosa besar karena seseorang yang telah memeluk agama Islam kemudian meninggalkannya secara sadar.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya mengenai apa itu Murtad Qauliyah? terkait viral ucapan BigMo Jannah yang dianggap keluar dari Islam
Murtad berarti keluar dari agama Islam setelah sebelumnya memeluknya secara sukarela, dalam kondisi berakal sehat, dan cukup umur (tamyiz).
Perbuatan ini disebut riddah (kemurtadan), dan dianggap dosa yang sangat berat dalam Islam. Allah SWT menegaskan bahwa semua amal baik orang murtad akan terhapus dan ia diancam dengan siksa neraka.
“Barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 217)
Rasulullah Muhammad SAW sangat memperingatkan agar tidak sembarangan menuduh orang lain sebagai kafir atau murtad. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan:
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan fasik atau kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang dituduh tidak seperti yang dituduhkan.”
Murtad tidak hanya berdampak spiritual, tetapi juga sosial dan hukum dalam pandangan Islam. Beberapa konsekuensinya antara lain:
1. Amalan ibadahnya dihapus
2. Tidak mendapatkan hak-hak sosial antar sesama Muslim
3. Pernikahan dengan Muslimah dianggap batal
4. Tidak berhak mewarisi atau diwarisi oleh Muslim
5. Jenazahnya tidak dishalatkan atau dikuburkan di pemakaman Muslim
6. Kesaksiannya tidak diterima di pengadilan
7. Tidak boleh memasuki Tanah Haram (Mekkah)
Hukum Islam juga mengatur sanksi tegas bagi murtad yang membangkang, sebagaimana sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari)
Namun, sebelum dijatuhi hukuman, orang murtad harus terlebih dahulu diberi kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada Islam.
Islam tidak menganggap seseorang murtad jika ia mengucapkan kekafiran karena paksaan, sementara hatinya tetap meyakini keimanan. Hal ini ditegaskan dalam QS. An-Nahl: 106:
“Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman, maka dia tidak berdosa. Namun siapa yang lapang dada dalam kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.”
Kemurtadan bisa terjadi karena berbagai sebab, baik berupa akidah, ucapan, niat, maupun perbuatan. Berikut beberapa di antaranya:
1. Murtad karena akidah: meragukan keberadaan Allah, wahyu, atau hari akhir
2. Murtad karena perbuatan: menyembah berhala, sujud kepada makhluk lain
3. Murtad karena ucapan (qauliyah): menghina Al-Qur’an, mengolok nama Allah, atau menyebut orang Islam dengan sebutan kafir
4. Murtad karena niat: menganggap Allah zhalim
5. Murtad karena sombong: mengaku sebagai nabi setelah Rasulullah SAW
6. Murtad karena menghalalkan yang haram: misalnya menghalalkan zina atau salat tanpa wudhu
Dalam kitab Sullamu At-Taufiq karya Abdullah bin Husain bin Thohir, dijelaskan tiga jenis utama murtad:
1. Murtad I’tiqadiyah (akidah)
Seseorang tidak lagi meyakini rukun iman atau mengingkari hal-hal mendasar dalam ajaran Islam.
2. Murtad Fi’liyah (perbuatan)
Seseorang melakukan tindakan nyata yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti menyembah berhala atau terang-terangan menyekutukan Allah.
3. Murtad Qauliyah (ucapan)
Kemurtadan yang terjadi karena lisan, seperti menghina Allah, Al-Qur’an, atau melecehkan umat Islam. Termasuk pula ucapan seperti, “Hai orang kafir!” kepada sesama Muslim.
Seseorang yang telah murtad namun bertobat dan kembali masuk Islam, tetap dianggap sah sebagai Muslim. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban mengqadha ibadah yang ditinggalkan saat ia murtad.
1. Mazhab Syafi’i mewajibkan qadha salat dan zakat yang ditinggalkan.
2. Mazhab Hanafi dan Maliki menyatakan tidak wajib, karena orang kafir tidak terkena beban ibadah.
3. Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm menegaskan:
“Ketika seseorang murtad lalu masuk Islam kembali, ia wajib mengqadha salat dan zakat yang ditinggalkannya selama murtad.”
Ustadz Rosyidi Yusuf, dalam kajian Ngaji Ahad Pagi di NU Pringsewu, Lampung, menjelaskan bahwa umat Islam harus berhati-hati dengan ucapan, terutama di media sosial.
Banyak orang tergelincir murtad karena komentar sembrono yang menistakan ajaran Islam.
Dia mengingatkan pentingnya belajar agama dari guru yang benar. Jangan sampai seseorang belajar hanya dari internet dan YouTube tanpa pendampingan ilmu yang sahih.
“Barang siapa tidak memiliki guru dalam belajar agamanya, maka gurunya adalah setan,” kutipnya dari Al-Imam Abu Yazid Al-Bustami.
Murtad adalah persoalan serius dalam Islam yang mencakup aspek akidah, perbuatan, dan ucapan. Umat Islam wajib menjaga lisan, iman, dan perilaku agar tidak tergelincir ke dalam kemurtadan, baik secara sadar maupun tidak.
Terlebih di era digital, kehati-hatian dalam berkata dan bertindak menjadi sangat penting untuk menjaga kemurnian keislaman.