SERAYUNEWS- Pendakian tektok kini menjadi tren baru di kalangan pecinta alam. Aktivitas ini mengandalkan kecepatan dan efisiensi. Namun di balik popularitasnya, tersimpan risiko serius yang belakangan menjadi sorotan publik.
Apalagi, baru-baru ini seorang pendaki viral di Gunung Lawu harus menerima sanksi blacklist akibat perilakunya yang tidak pantas. Apa sebenarnya pendakian tektok itu, dan mengapa bisa memicu polemik?
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan mengenai istilah pendaki tektok dan kasus pendaki kena blacklist.
Pendakian tektok adalah istilah yang merujuk pada pendakian gunung pulang-pergi dalam satu hari, tanpa menginap atau membuka tenda.
Pendakian dari basecamp hingga puncak lalu langsung turun kembali pada hari yang sama.
Istilah tektok berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti bolak-balik. Dalam konteks pendakian, gaya ini sering dipilih oleh pendaki yang menginginkan efisiensi waktu atau sekadar latihan fisik.
Pendakian tektok umumnya pada gunung dengan jalur pendek hingga menengah, seperti Gunung Andong, Gunung Prau, atau Gunung Lawu.
Pada awal November 2024, dunia pendakian geger oleh insiden di Gunung Lawu. Sebanyak lima orang pendaki dalam rombongan tektok mengalami hipotermia karena cuaca ekstrem dan kurangnya persiapan.
Para pendaki ini ikut dalam open trip berjumlah 50 orang dengan pendamping 7 orang, namun sayangnya mayoritas adalah pemula.
Pihak pengelola Gunung Lawu menyayangkan insiden ini, terlebih karena mereka telah memberikan peringatan akan kondisi cuaca.
Akibat dari kejadian ini, pihak penyelenggara open trip tersebut akhirnya kena sanksi blacklist dan tidak diperkenankan lagi membawa rombongan ke Gunung Lawu.
Hal ini menjadi pelajaran penting bahwa pendakian, meskipun hanya sehari, tetap membutuhkan persiapan yang serius.
Belum reda soal hipotermia, Gunung Lawu kembali jadi sorotan pada awal Februari 2025. Seorang konten kreator bernama Abu Khoir membuat konten yang menimbulkan kontroversi di kalangan pecinta alam dan warga lokal.
Dalam video yang diunggah ke media sosial, ia berpura-pura kencing di kawasan Tlogo Kuning, sebuah tempat yang terkenal sakral di jalur pendakian Lawu.
Tindakan ini dianggap tidak etis dan tidak menghormati nilai-nilai lokal serta adat masyarakat setempat. Respons keras pun muncul, termasuk dari komunitas pendaki dan pihak pengelola jalur pendakian.
Abu Khoir akhirnya kena blacklist oleh seluruh jalur pendakian se-Jawa, termasuk Lawu, Merbabu, Merapi, dan lainnya.
Pendakian gunung bukan hanya soal menaklukkan ketinggian, melainkan juga soal menghargai alam, budaya, dan keselamatan.
Banyak gunung di Indonesia memiliki nilai spiritual, budaya, dan ekologis yang tinggi. Tempat-tempat seperti Tlogo Kuning di Gunung Lawu, Pos 5 di Merbabu, atau Kawah Ijen yang cukup sakral bagi masyarakat sekitar.
Karenanya, para pendaki wajib memahami dan menghormati hal-hal tersebut. Membuat konten demi sensasi tanpa memikirkan etika bisa berdampak serius, bahkan seperti dalam kasus Abu Khoir, berujung blacklist.
Bagi Anda yang tertarik mencoba pendakian tektok, berikut beberapa hal penting yang harus jadi perhatian:
1. Kenali Medan dan Gunung yang Akan Didaki. Pelajari rute, estimasi waktu, serta jalur turun alternatif.
2. Persiapkan Fisik. Pendakian seharian membutuhkan stamina tinggi dan ketahanan mental.
3. Bawa Perlengkapan Wajib. Seperti jas hujan, senter, jaket hangat, logistik ringan namun cukup.
4. Berangkat Pagi Hari. Hindari mendaki terlalu siang karena bisa kemalaman di jalur.
5. Hormati Alam dan Budaya Lokal. Jangan buang sampah sembarangan, jangan buat konten yang melecehkan tempat suci atau warga sekitar.
6. Jangan Ikut Trip Abal-abal. Pastikan open trip yang diikuti memiliki reputasi baik dan menyediakan briefing keamanan.
Pendakian tektok menawarkan sensasi mendaki yang efisien dan menantang. Namun, jika tanpa persiapan dan tanpa etika, risiko bahaya fisik hingga sanksi sosial bisa menjadi konsekuensinya.
Jadikan alam sebagai sahabat, bukan sekadar latar konten. Karena mendaki bukan hanya perkara mencapai puncak, tapi juga soal menjaga diri, menjaga alam, dan menjaga nilai-nilai luhur yang ada di sekitarnya.