SERAYUNEWS – Pernahkah Anda memperhatikan deretan angka dan huruf “STBLD” pada akta kelahiran lama? Kode ini belakangan menjadi perbincangan hangat media sosial, terutama platform Thread dan X.
Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya arti kode STBLD? Apakah benar ini adalah warisan dari masa kolonial Belanda yang digunakan untuk membedakan status sosial warga Indonesia?
Kabar baiknya, redaksi akan menyajikan informasi arti kode STBLD akta kelahiran. Jika Anda membutuhkan informasi tersebut, bisa menyimak artikel ini sampai akhir.
STBLD merupakan singkatan dari “Staatsblad,” istilah dalam bahasa Belanda yang berarti lembaran negara atau buletin resmi pemerintah.
Pada masa Hindia Belanda, Staatsblad biasanya gunakan untuk mencatat peraturan-peraturan resmi, termasuk aturan pencatatan sipil.
Kode ini kemudian Anda masukkan ke dalam dokumen-dokumen resmi seperti akta kelahiran untuk menunjukkan golongan atau kelompok etnis seseorang.
Menurut Handayani Ningrum, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Dukcapil, kode STBLD digunakan untuk mengelompokkan penduduk berdasarkan suku, etnis, atau keturunan.
Sistem ini diterapkan oleh pemerintah kolonial untuk mengatur hak dan kewajiban warga sesuai dengan golongan mereka.
Berikut adalah penjelasan rinci tentang arti kode STBLD berdasarkan pengelompokan yang digunakan pada masa kolonial:
1. Golongan Eropa (STBLD 1849:25, diubah terakhir dengan STBLD 1946:136)
Kode ini merujuk pada peraturan pencatatan sipil untuk penduduk keturunan Eropa atau warga asing yang tinggal di Hindia Belanda.
Golongan ini dianggap memiliki status sosial tertinggi dan mendapat hak istimewa, seperti akses pendidikan dan pekerjaan yang lebih baik.
2. Golongan Tionghoa (STBLD 1917:129, diubah dengan STBLD 1939:288 dan STBLD 1946:136)
Kode ini digunakan untuk warga keturunan Tionghoa, serta keturunan Arab, India, atau etnis lain dari wilayah Timur. Golongan ini berada di bawah golongan Eropa dalam hierarki sosial.
3. Golongan Pribumi Muslim (STBLD 1920:751, diubah dengan STBLD 1927:564)
Kode ini diterapkan untuk penduduk pribumi Muslim di Jawa dan Madura yang tidak termasuk dalam golongan lain. Golongan ini dianggap memiliki status sosial terendah, dengan akses terbatas ke pendidikan dan pekerjaan.
4. Golongan Kristen Indonesia (STBLD 1933:74, diubah dengan STBLD 1936:607 dan STBLD 1939:288)
Kode ini mencakup penduduk pribumi yang beragama Kristen, khususnya di wilayah seperti Jawa, Minahasa, dan Ambon.
Mereka memiliki status yang lebih tinggi dibandingkan pribumi Muslim, tetapi masih di bawah golongan Eropa dan Tionghoa.
Pengelompokan ini mencerminkan cara Belanda mengatur masyarakat secara hierarkis, yang sering kali memicu ketegangan antar-etnis.
Di media sosial, beberapa warganet menyebut bahwa kode STBLD 1920 (pribumi Muslim) menjadi akar diskriminasi, karena golongan ini dianggap paling terpinggirkan, dengan hak yang sangat terbatas.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perubahan sistem pemerintahan, penggunaan kode STBLD dalam akta kelahiran telah dihapuskan.
Pemerintah Indonesia telah menggantikan sistem pengelompokan berdasarkan etnis dan agama dengan sistem yang lebih egaliter, yang menekankan kesetaraan hak bagi seluruh warga negara tanpa memandang latar belakang.
Namun, jejak kode STBLD masih bisa ditemukan dalam dokumen-dokumen lama.
Bagi sebagian orang, keberadaan kode ini menjadi pengingat akan masa lalu yang penuh diskriminasi dan ketidakadilan.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah dan konteks di balik kode STBLD agar dapat menghargai perjuangan menuju kesetaraan yang telah dicapai hingga saat ini.
Kesimpulan
Kode STBLD pada akta kelahiran merupakan warisan dari masa kolonial Belanda yang digunakan untuk mengelompokkan penduduk berdasarkan etnis dan agama.
Sistem ini menciptakan hierarki sosial yang mempengaruhi hak dan kewajiban warga negara.
Meskipun saat ini kode STBLD tidak lagi digunakan, memahami sejarah di baliknya penting untuk menghargai perjuangan menuju kesetaraan dan keadilan sosial di Indonesia.***