SERAYUNEWS– Tradisi bulan Sura atau Muharam membawa berkah besar bagi para pengrajin tenong di Banjarnegara.
Selama bulan penuh ritual ini, permintaan tenong melonjak drastis hingga mencapai 3.000 buah. Ini meningkat hampir dua kali lipat dari pada bulan biasa.
Tenong, wadah makanan dari anyaman bambu, menjadi bagian penting dalam tradisi Suranan. Wadah ini untuk membawa aneka makanan dan jajanan saat kirab sebelum acara makan bersama dalam ritual budaya.
Permintaan yang tinggi ini Suwarso rasakan, pengrajin sekaligus pengepul tenong asal Banjarnegara.
“Selama Suranan ini kita sudah bisa menjual sekitar 3.000 tenong, peningkatan ini sangat signifikan. Sebab kalau hari biasa, penjualan tenong dalam sebulan berkisar pada angka 1.600 hingga 1.800 tenong,” katanya.
Menurut Suwarso, para pengrajin tenong punya dua masa panen utama setiap tahun: saat tradisi Sadranan (sebelum Ramadan) dan Suranan (bulan Sura). Keduanya merupakan waktu ramai-ramainya permintaan tenong.
“Karena di bulan Sura ini ada tradisi budaya seperti ruat bumi, Suranan, serta tradisi budaya lainnya. Sehingga para perajin tenong ini juga ikut kebagian berkahnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, sejak tiga tahun terakhir—tepatnya setelah pandemi COVID-19—banyak desa kembali menggelar tradisi seperti ruat bumi dan sadran. Sayangnya, jumlah perajin tenong justru menurun dan kini di dominasi oleh para lansia.
“Sejak tiga tahun terakhir, tepatnya setelah Covid-19, banyak desa yang menggelar tradisi ruat bumi maupun Sadran, saat itu pula permintaan tenong meningkat drastis, sayangnya jumlah perajin tenong di Banjarnegara saat ini banyak berkurang dan masih didominasi oleh perajin usia lanjut,” katanya.
Lonjakan permintaan juga berdampak pada kenaikan harga. Jika biasanya tenong dijual seharga Rp 40 ribu per buah, kini harganya naik menjadi Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per buah.
“Banyak juga pesanan dari luar Banjarnegara,” ujarnya, menambahkan bahwa pesanan tak hanya datang dari lokal, tapi juga melalui online dari luar daerah dengan jumlah tertentu.