SERAYUNEWS – Bisik Serayu Festival (BSF) #2 sukses terselenggara, di Desa Kaliori, Kecamatan Kalibagor, Banyumas. Acara ini akan berlangsung selama dua hari, Sabtu-Minggu, 23–24 Agustus 2025.
Festival yang berpusat di Pendapa Gayatri ini menampilkan berbagai seni pertunjukan, mulai dari tari, musik, teater, hingga ritual budaya. Puluhan seniman, baik dari Banyumas, seluruh Indonesia, bahkan mancanegara, akan ikut ambil bagian.
Abdul Azis Rasjid, produser BSF 2025, menjelaskan bahwa festival kali ini akan dipenuhi dengan kolaborasi seni yang unik. Hari pertama kegiatan diisi berbaur dengan tradisi dan kolaborasi. Diawali dengan parade kesenian dari berbagai sanggar tari di Banyumas, Kebumen, dan Indramayu.
“Pembukaannya ritual Ngarak Larung dan pertunjukan Umbul Donga dari dosen ISI Surakarta dan Elly D Luthan dari Jakarta. Setelah itu, ada ritual Lengger Gethek yang dibawakan oleh koreografer tari ternama, Rianto, berkolaborasi dengan maestro lukis, Nasirun,” kata Abdul Azis Rasjid, Minggu (24/08/2025) malam.
Kolaborasi ini, yang dinamai “Labuhan Lengger Gethek”, akan mengangkat kembali tradisi Baritan, yaitu tarian lengger untuk menolak musibah.
Malam harinya, panggung utama semakin semarak dengan penampilan seniman dari dalam dan luar negeri, seperti Yuliana Mar dari Meksiko, Rodrigo Parejo, Yamato No Tamashii dari Jepang, serta kolaborasi spesial antara Lengger, Calung, dan Ketoprak dari warga Desa Kaliori.
Kemudian pementasan ketoprak menceritakan kisah Blabur Banyumas, yang mengisahkan banjir besar Sungai Serayu di tahun 1861. Nuansanya sangat estetik dengan tatanan lampu panggung yang menawan.
“Bencana banjir Banyumas ini juga menjadi jejak kemanusiaan, seperti yang digambarkan dalam lukisan ‘Banjir di Jawa Tengah’ karya Raden Saleh. Lukisan itu menunjukkan pemandangan air yang meluas hingga ke cakrawala, dengan 17 orang yang berdesakan di atap rumah yang hanyut,” kata Aziz.
Masih dalam rangkaiannya, dilakukan juga ritual pelarungan manggar dan chunduk mentul (hiasan kepala lengger zaman dulu), sebagai simbolisasi menyatunya lengger dengan alam.
Hari Kedua: Pertemuan Budaya dan Dialog
Dihari kedua ada sepuluh pertunjukan seni seperti musik, tari, dan sastra, yang melibatkan seniman dari Banyumas dan daerah lain.
Acara diawali dengan diskusi budaya bersama Elisabeth D. Inandiak, diikuti pertunjukan tari dari sanggar-sanggar di Purwokerto, Cilacap, Purbalingga, hingga Jakarta. Seniman internasional juga akan turut memeriahkan, termasuk Walter Sebastian Vities dari Argentina dan maestro kendang Daeng Serang dari Makassar.
Puncaknya, akan ada kolaborasi lintas negara bertajuk “Golden Water (Ogo no Mizu)” yang melibatkan Dewandaru Dance Company, Kulu-kulu, Lambangsari Group, dan Rianto Dance Studio bersama seniman Jepang.
BSF tahun ini, yang sudah memasuki edisi kedua, menjadi wadah penting bagi para seniman untuk bertemu, bertukar ide, dan mempromosikan seni Banyumas ke tingkat nasional dan internasional.
“Kolaborasi ini membuka ruang dialog antarbudaya melalui kesenian. Kami juga berharap pengalaman kreatif ini bisa memicu seniman muda untuk menciptakan karya-karya penting di masa depan,” kata Rianto.