SERAYUNEWS- Dalam program Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2025, Modul 2 Topik 2 menekankan pentingnya cerita reflektif tentang penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE).
Guru tidak hanya harus bisa menguasai materi akademik, tetapi harapanya juga mampu menjadi teladan sosial dan emosional bagi peserta didik. Penerapan PSE menjadi bagian integral dari proses belajar mengajar.
Guru harus bisa menceritakan strategi yang mereka terapkan sejak pembukaan pembelajaran, proses inti, hingga penutupan.
Hal ini bertujuan untuk menunjukkan kesadaran guru dalam mengelola hubungan, emosi, serta lingkungan kelas yang positif.
Melansir berbagai sumber, berikut kami sajikan informasi selengkapnya mengenai cerita reflektif Modul 2 Topik 2:
Cerita reflektif merupakan tugas yang menilai kemampuan guru dalam merefleksikan praktik pembelajaran berbasis nilai sosial dan emosional. Cerita ini menekankan pada:
1. Pengalaman pribadi guru saat menerapkan PSE
2. Emosi yang dirasakan
3. Strategi konkret yang digunakan untuk membangun koneksi dan suasana positif di kelas
Jadi, guru sudah seharusnya tidak hanya menyampaikan teori, tetapi juga bisa menuliskan kisah nyata yang mereka alami di kelas.
Berikut adalah contoh jawaban cerita reflektif yang bisa Anda jadikan referensi:
Contoh Cerita Reflektif:
Pada suatu sesi pembelajaran, saya menghadapi situasi ketika siswa tampak kurang fokus. Dalam kondisi tersebut, saya menyadari pentingnya kesadaran diri (self-awareness) sebagai guru.
Saya memilih untuk tidak bereaksi secara emosional, melainkan menenangkan diri dengan teknik pernapasan singkat. Saya mencoba melihat situasi dari perspektif siswa. Bisa jadi mereka kelelahan atau menghadapi masalah di rumah.
Saya kemudian memulai pembelajaran dengan sapaan ramah dan ice breaking sederhana. Pendekatan ini mencairkan suasana dan membantu membangun hubungan yang hangat antara saya dan siswa.
Saat masuk ke sesi inti, saya mengajak siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mengerjakan proyek sederhana. Misalnya, membuat poster tentang nilai kerja sama atau menyusun cerita pendek bertema empati.
Tantangan ini mendorong mereka berkolaborasi dan saling mendengarkan. Saya melihat peningkatan keterampilan sosial, seperti menghargai pendapat teman, berbagi peran, dan menyelesaikan konflik dengan cara positif.
Di akhir sesi, saya menutup pembelajaran dengan apresiasi terbuka. Saya memuji keberanian mereka dalam mencoba hal baru dan kerja sama yang telah ditunjukkan. Saya juga memotivasi mereka untuk terus belajar dan memperbaiki diri.
Untuk menyusun cerita reflektif yang kuat, guru perlu memahami lima domain kompetensi CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) yang menjadi landasan PSE:
1. Kesadaran diri (self-awareness)
Kemampuan memahami emosi diri, nilai-nilai pribadi, dan tujuan pembelajaran.
2. Pengelolaan diri (self-management)
Mengatur emosi, mengatasi stres, dan menetapkan target positif dalam proses belajar.
3. Kesadaran sosial (social awareness)
Mampu memahami perspektif orang lain dan menunjukkan empati terhadap siswa.
4. Keterampilan berelasi (relationship skills)
Membangun dan mempertahankan hubungan positif dengan siswa melalui komunikasi efektif.
5. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision-making)
Menerapkan nilai-nilai etika dan empati dalam membuat keputusan di kelas.
Cerita reflektif sebaiknya menyentuh sebagian atau seluruh domain di atas, sehingga menunjukkan pemahaman dan penerapan PSE secara utuh.
Berikut tips agar cerita reflektif Anda berhasil dan berkualitas:
1. Gunakan narasi pribadi, bukan hanya teori
2. Tulis secara runut: pembukaan – kegiatan inti – penutupan
3. Tampilkan emosi yang dirasakan secara jujur
4. Jelaskan strategi konkret yang digunakan
5. Tampilkan hasil atau dampak positif dari strategi tersebut
Cerita reflektif dalam Modul 2 Topik 2 bukan sekadar tugas administrasi, melainkan bukti nyata profesionalisme guru dalam menerapkan nilai sosial dan emosional dalam pembelajaran.
Melalui cerita ini, guru menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi role model yang berempati, terbuka, dan peduli pada perkembangan murid secara holistik.
Contoh jawaban di atas dapat menjadi inspirasi awal. Namun, setiap guru tetap perlu menyusun cerita berdasarkan pengalaman pribadi agar lebih otentik dan bermakna.