SERAYUNEWS– Warga Cilacap dikejutkan dengan pemandangan tak biasa di Alun-alun pagi ini, Senin 2 Juni 2025. Sebuah spanduk raksasa sepanjang 50 meter terbentang, memuat kalimat-kalimat keras yang menyentil pemerintah daerah.
Spanduk ini bukan aksi seni. Ini jeritan hati ribuan buruh yang merasa dikhianati oleh keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten Cilacap yang membatalkan pembahasan UMSK 2025 karena tak ada rekomendasi.
Spanduk puluhan meter yang di bentangkan itu berisi berbagai tulisan di antaranya “UMSK Kami Disuntik Mati”, “Disnakerin Pembangkang Konstitusi Reformasi Disnakerin Cilacap”, serta “Wahai Wakil Rakyat, Tolong Pedulikan Kami”.
Koordinator Aksi, Joko Waluyo menyampaikan, bahwa aksi simbolik tersebut adalah bentuk kekecewaan mendalam atas sikap Dewan Pengupahan Cilacap dari unsur pemerintah yang tidak merekomendasikan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) untuk tahun 2025. Ia menyebut keputusan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat dalam rapat resmi.
“Pada sidang 10 Desember 2024 lalu, kami dari unsur serikat pekerja sudah menyepakati bahwa pembahasan UMSK 2025 akan dilakukan di tahun berjalan, karena regulasi baru dari Menteri Ketenagakerjaan baru dirilis 4 Desember. Kesepakatan itu bahkan sudah dituangkan dalam berita acara,” kata Joko.
Namun, pada rapat lanjutan minggu lalu, pihak pemerintah daerah dalam Dewan Pengupahan justru menyatakan UMSK 2025 dibatalkan dengan alasan batas akhir usulan telah lewat, yakni 11 Desember 2024. Joko menilai alasan tersebut tidak berdasar karena pihak pemerintah sebelumnya juga menyatakan masih menunggu petunjuk teknis dari pusat.
“Kami sudah tegaskan bahwa Permenaker Nomor 16 Tahun 2024 itu sendiri sudah merupakan juklak dan juknis. Tidak ada lagi yang perlu ditunggu. Ini justru menunjukkan bahwa Dinas Ketenagakerjaan memang ingin ‘menyuntik mati’ UMSK,” tambahnya.
Aksi ini bukan yang pertama. Para buruh sudah berkali-kali menyampaikan aspirasi, namun tak kunjung terealisasi. Karena itu, mereka akan menggelar aksi serupa selama empat hari ke depan, dengan 20–25 orang tiap harinya bergantian turun ke jalan.
“Kami berharap Bupati Cilacap turun tangan. Ini bukan soal tawar-menawar, ini soal kewajiban pemerintah melindungi buruh melalui kebijakan tripartit, bukan bipartit. Upah minimum bukan untuk didiskusikan dua pihak saja,” tegas Joko.
Tak hanya itu, surat protes juga telah dilayangkan ke Gubernur Jawa Tengah agar permasalahan ini bisa ditindaklanjuti di tingkat provinsi. Hari ini, aksi diikuti oleh buruh dari FSPKEP dan FSPMI, dan diperkirakan akan terus bergulir hingga Kamis mendatang.
Aksi bentang spanduk di Alun-alun Cilacap menjadi simbol bahwa perjuangan buruh untuk mendapatkan hak upah yang layak belum selesai. Kini, bola panas ada di tangan pemerintah.