SERAYUNEWS- Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi permanen yang dilakukan pada pria dengan memotong atau mengikat saluran sperma (vas deferens), sehingga mencegah sperma mencapai cairan ejakulasi dan mencegah kehamilan.
Meskipun dianggap sebagai metode kontrasepsi yang efektif dan aman, prosedur ini menimbulkan berbagai dampak jangka panjang yang perlu dipahami dengan baik.
Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengusulkan kebijakan kontroversial yang mewajibkan pria kepala keluarga penerima bantuan sosial (bansos) untuk mengikuti program keluarga berencana (KB), termasuk prosedur vasektomi.
Menurut Dedi, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan dengan mengendalikan jumlah kelahiran dalam keluarga miskin.
Ia berpendapat bahwa laki-laki memiliki peran penting dalam keberhasilan program KB dan bahwa program ini seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab perempuan.
Dedi menekankan bahwa dengan melibatkan pria dalam program KB, diharapkan dapat mengurangi alasan seperti kegagalan alat kontrasepsi perempuan atau ketidaktahuan pria dalam perencanaan keluarga.
Ia juga menyatakan bahwa pria yang menerima bantuan dari pemerintah harus berpartisipasi dalam program KB sebagai bentuk tanggung jawab sosial .
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa kalangan menilai bahwa mewajibkan vasektomi sebagai syarat untuk menerima bansos merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kebebasan individu.
Selain itu, kebijakan ini dianggap diskriminatif karena hanya menyasar keluarga miskin dan tidak mempertimbangkan keberagaman pilihan kontrasepsi yang tersedia.
Penting untuk diingat bahwa keputusan untuk menjalani prosedur medis seperti vasektomi seharusnya bersifat sukarela dan berdasarkan pertimbangan matang dari individu yang bersangkutan.
Vasektomi memiliki tingkat kegagalan yang sangat rendah, sekitar 0,1% setelah periode konfirmasi pasca-prosedur.
Namun, dalam beberapa kasus langka, saluran yang dipotong dapat menyambung kembali, menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan tes konfirmasi setelah prosedur.
Sebagian pria melaporkan adanya nyeri atau ketidaknyamanan pada area skrotum setelah prosedur.
Kondisi ini, yang dikenal sebagai post-vasectomy pain syndrome (PVPS), dapat berlangsung lama dan mempengaruhi kualitas hidup. Namun, kejadian ini relatif jarang.
Beberapa pria mengalami perubahan dalam identitas seksual dan peran reproduktif mereka setelah vasektomi.
Perasaan kehilangan kontrol atas kemampuan reproduksi dapat memengaruhi kesejahteraan emosional, meskipun banyak yang merasa lega karena tidak perlu khawatir tentang kehamilan yang tidak direncanakan.
Vasektomi tidak memengaruhi produksi hormon testosteron atau kemampuan seksual pria. Ejakulasi tetap terjadi, hanya tanpa sperma.
Oleh karena itu, tidak ada perubahan signifikan dalam gairah seksual atau kepuasan seksual.
Kesimpulan
Vasektomi adalah metode kontrasepsi yang efektif dan aman bagi pria yang tidak ingin memiliki anak lagi.
Namun, prosedur ini memiliki efek jangka panjang yang perlu dipertimbangkan dengan matang.
Pernyataan Dedi Mulyadi yang mewajibkan penerima bansos untuk menjalani vasektomi menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar hak individu dan tidak mempertimbangkan keberagaman pilihan kontrasepsi yang tersedia.
Sebelum mengambil keputusan terkait kontrasepsi, penting bagi setiap individu untuk mendapatkan informasi yang jelas dan dukungan medis yang tepat.***