SERAYUNEWS – Lebih dari 20 organisasi pecinta alam dan komunitas budaya bersatu di Desa Ponjen Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, Minggu (27/7/2025).
Kegiatan Konservasi Mata Air Berbasis Budaya ini tak hanya menanam pohon, tapi juga menghidupkan kembali kearifan lokal lewat tarian sakral yang penuh makna.
Koordinator kegiatan, Teguh Pratomo, menjelaskan bahwa kegiatan mulai dengan penanaman ratusan bibit pohon di sekitar sumber mata air di jalur Sungai Wrangan dan Sungai Arus. Tak hanya di hulunya, penanaman bibit juga di sepanjang bantaran kedua sungai.
“Kami menggabungkan pendekatan ekologi dan budaya dalam konservasi ini. Karena masyarakat Ponjen telah lama memegang prinsip nguri-uri (merawat) alam sebagai bagian dari tradisi,” ujar Teguh, perwakilan dari PPA Gasda Purbalingga.
Aksi ini melibatkan banyak pihak, mulai dari Siswa Pecinta Alam (Sispala), Organisasi Pecinta Alam (OPA) seperti Wanasaka, Astadeca, dan MPA Unperba,.
Kemudian terlibat juga Himpunan Agribisnis Unperba, SMK Jateng, Pamabos, Chrisda, Smudapala, dan Gasdapala. Selain itu ada juga komunitas seni dan budaya seperti Merpati Putih, Brandal Alas, dan FP Sebantara.
Semangat kolaborasi lintas komunitas ini memperkuat pesan bahwa menjaga alam adalah tanggung jawab bersama, melampaui batas usia, institusi, dan latar belakang.
Menjelang senja, peserta dan warga menyaksikan Pagelaran Tari Hastabrata di dekat sumber air Kepyar. Tarian ini menggambarkan delapan sifat mulia semesta dalam menjaga keseimbangan alam, khususnya air.
“Tari Hastabrata adalah cara kami bersyukur. Karena air bukan hanya kebutuhan fisik, tetapi juga anugerah spiritual yang harus dijaga,” jelas Ki Surotomo, pemandu acara.
Tarian oleh FP Sebantara ini, menampilkan seorang penari wanita sebagai simbol ibu bumi dan seorang pria sebagai bapak angkasa. Tarian dengan iringan musik tradisional dan doa untuk keberlanjutan lingkungan.