SERAYUNEWS- Ibadah kurban merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam, khususnya saat Idul Adha.
Secara umum, hukum berkurban adalah sunnah muakkad, yakni sunnah yang sangat dianjurkan bagi setiap Muslim yang mampu. Namun, khusus bagi Rasulullah SAW, kurban menjadi kewajiban sebagaimana disampaikan dalam sabda beliau:
أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ
“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian” (HR. At-Tirmidzi).
Kesunnahan kurban bersifat kifayah dalam lingkup keluarga. Artinya, jika satu orang dalam keluarga telah berkurban, maka kewajiban sunnah bagi anggota keluarga lainnya gugur.
Namun, jika hanya satu individu tanpa keluarga, maka hukum kurban bersifat sunnah ‘ain atau sunnah secara individu.
Dalam literatur fikih, ketentuan kurban berlaku bagi Muslim yang merdeka, baligh, berakal, dan mampu. Hal ini ditegaskan dalam kitab Al-Iqna’ karya Muhammad al-Khathib asy-Syarbini:
وَالْاُضْحِيَةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّنَا عَلَى الْكِفَايَةِ إِنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ، فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنِ الْجَمِيعِ، وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ، وَالْمُخَاطَبُ بِهَا الْمُسْلِمُ الْحُرُّ الْبَالِغُ الْعَاقِلُ الْمُسْتَطِيعُ
“Hukum berkurban adalah sunnah muakkad yang bersifat kifayah apabila dalam satu keluarga ada banyak anggota. Jika salah satu sudah melaksanakannya, maka mencukupi untuk semuanya. Jika tidak, maka menjadi sunnah ‘ain.”
Permasalahan muncul ketika membahas kurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Praktik ini biasanya dilakukan oleh keluarga untuk mendiang yang semasa hidup belum pernah berkurban.
Melansir laman NU Online Jateng, berdasarkan Imam Nawawi dalam Minhaj ath-Thalibin, berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia tidak diperbolehkan kecuali jika ada wasiat semasa hidup:
وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ، وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إِنْ لَمْ يُوصِ بِهَا
“Tidak sah berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak berwasiat” (Minhaj ath-Thalibin, h. 321).
Pendapat ini berlandaskan prinsip bahwa kurban adalah ibadah yang memerlukan niat dari pelaksana. Tanpa niat orang yang berkurban, ibadah ini dianggap tidak sah.
Artinya, meskipun ada keinginan baik dari keluarga untuk berkurban bagi yang telah tiada, secara hukum tetap tidak diperbolehkan kecuali ada wasiat yang jelas.
Di sisi lain, ada pendapat yang memperbolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal, meskipun tanpa wasiat. Pandangan ini disampaikan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi.
Ia berpendapat bahwa kurban termasuk dalam kategori sedekah. Dalam Islam, bersedekah untuk orang yang telah meninggal sah dan pahalanya akan sampai kepadanya.
لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ، وَأَمَّا التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُو الْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا، لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنَ الصَّدَقَةِ، وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُهُ وَتَصِلُ إِلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ
“Berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia diperbolehkan karena termasuk bentuk sedekah. Sedekah untuk orang meninggal sah dan bermanfaat, sebagaimana telah disepakati para ulama” (Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 8, h. 406).
Pendapat ini memandang bahwa esensi kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan, yang secara hukum sejalan dengan sedekah. Karena sedekah diperbolehkan untuk orang meninggal, maka kurban juga dianggap sah.
Dalam mazhab Syafi’i, pendapat yang melarang kurban untuk orang meninggal tanpa wasiat dianggap sebagai pendapat yang paling kuat (ashah).
Namun, pandangan yang memperbolehkan mendapat dukungan dari mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:
إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالِاتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ. أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَا فَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَالِ نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلَّا أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ
“Jika seseorang meninggal dunia tanpa berwasiat untuk dikurbani, namun keluarga atau orang lain ingin berkurban atas namanya menggunakan harta sendiri, maka menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali diperbolehkan, meski Maliki menyebut hukumnya makruh.”
Dilansir dari laman Muhammadiyah, Anggota Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Asep Shalahudin, menyampaikan bahwa kurban atas nama orang yang telah meninggal tidak diperbolehkan kecuali jika orang tersebut semasa hidupnya telah bernazar atau berwasiat.
“Nazar untuk berbuat kebaikan hukumnya wajib dilaksanakan. Jika seseorang bernazar untuk berkurban namun meninggal dunia sebelum terlaksana, maka wajib ditunaikan oleh keluarganya,” terang Asep.
Asep menegaskan bahwa nazar yang sah adalah nazar untuk berbuat baik atau menaati perintah Allah. Jika nazar sudah diucapkan, maka wajib hukumnya untuk dipenuhi meski si pengucap sudah meninggal dunia. Ini didasarkan pada hadis dari Aisyah RA yang menyebut:
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَ اللَّهَ فَلَا يَعْصِهِ
“Barangsiapa bernazar akan menaati Allah (menunaikan yang baik yang diperintahkan oleh Allah) hendaklah ia tunaikan, dan barangsiapa bernazar akan mengerjakan maksiat (perbuatan buruk yang dilarang Allah) maka janganlah ia kerjakan,” (HR. Al-Bukhari).
Perbedaan pendapat ulama mengenai hukum kurban untuk orang yang telah meninggal dunia menunjukkan keluasan dan rahmat dalam fikih Islam.
Jika Anda berniat berkurban untuk orang tua atau kerabat yang sudah wafat, pastikan mengikuti pendapat yang sesuai dengan keyakinan dan mazhab yang dianut.
Bagi yang mengikuti mazhab Syafi’i secara ketat, kurban untuk orang meninggal sebaiknya hanya dilakukan jika ada wasiat.
Namun, jika mengikuti pendapat yang lebih longgar seperti dalam mazhab Hanafi, Maliki, atau Hanbali, berkurban untuk orang meninggal diperbolehkan sebagai bentuk sedekah yang manfaatnya tetap sampai.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah niat tulus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama, termasuk kepada yang telah tiada. Semoga Allah menerima setiap amal ibadah kita.