Isi Gugatan MK Terkait Perubahan UU ITE: Perlindungan Ekspresi dan Kepastian Hukum Lebih Tegas

Isi Gugatan MK Terkait Perubahan UU ITE. (Foto : Freepik)

SERAYUNEWS- Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengeluarkan dua putusan penting terkait uji materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Ini menyusul gugatan dari dua warga negara, yakni Jovi Andrea Bachtiar dan Daniel Frits Maurits Tangkilisan.

Putusan tersebut membawa angin segar bagi kebebasan berekspresi serta kepastian hukum dalam penegakan UU ITE yang selama ini kerap dianggap multitafsir.

Dua Gugatan, Dua Putusan MK

Sebagai informasi, MK menerbitkan dua putusan dalam perkara ini:

  • Perkara No. 155/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar
  • Perkara No. 105/PUU-XXII/2024 diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan

Masing-masing gugatan menyoroti pasal-pasal yang berbeda dalam UU ITE dan KUHP yang dianggap kabur dan berpotensi membatasi hak konstitusional warga negara.

Gugatan Jovi Andrea Bachtiar: Fokus pada Definisi “Kerusuhan”

Dalam permohonannya, Jovi meminta Mahkamah untuk meninjau ulang dan mengubah sejumlah ketentuan, yakni:

  • Pasal 310 Ayat (3) KUHP
  • Pasal 27 Ayat (1) UU ITE 2024
  • Pasal 28 Ayat (3)
  • Pasal 45 Ayat (1), Ayat (2) huruf a, dan Ayat (7)
  • Pasal 45A Ayat (3)

Permohonan ini berlandaskan kekhawatiran terhadap penafsiran yang terlalu luas, khususnya terkait istilah “kerusuhan”. Karena dapat jadi alat represif terhadap ekspresi publik di media sosial.

Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Jovi

MK menyatakan bahwa penyebaran informasi yang menyebabkan “kerusuhan” hanya dapat kena pidana jika kerusuhan tersebut terjadi di ruang fisik. Bukan semata-mata kegaduhan atau polemik di ruang digital.

Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa penegakan hukum harus memiliki parameter yang jelas. Agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan kekhawatiran kriminalisasi ekspresi warga.

Daniel dalam perkara No. 105/PUU-XXII/2024, menggugat beberapa pasal lainnya, yakni:

  • Pasal 27A UU ITE
  • Pasal 45 Ayat (4)
  • Pasal 28 Ayat (2)
  • Pasal 45A Ayat (2)

Daniel menilai pasal-pasal ini terlalu lentur dan dapat di manfaatkan oleh institusi atau korporasi untuk membungkam kritik masyarakat.

Putusan MK: Mahkamah kembali mengabulkan sebagian permohonan tersebut.

Salah satu poin pentingnya adalah bahwa frasa “orang lain” dalam Pasal 27A hanya sebagai individu atau perseorangan, bukan lembaga, jabatan, profesi, atau korporasi.

Artinya, hanya pribadi yang dapat menjadi pelapor dalam kasus pencemaran nama baik berdasarkan pasal ini.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa kejelasan hukum sangat penting agar pasal ini tidak digunakan sewenang-wenang.

Implikasi Putusan: Arah Baru Penegakan UU ITE

Putusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi tonggak penting dalam reformasi UU ITE yang selama ini menjadi ‘pasal karet’.

Dengan penafsiran yang lebih spesifik, seperti pembatasan pelapor dan batasan wilayah dampak “kerusuhan”, MK telah mempertegas pentingnya perlindungan terhadap hak berpendapat. Sekaligus menekankan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara proporsional dan tidak diskriminatif.

Langkah MK ini dapat apresiasi banyak kalangan, sebagai bentuk koreksi terhadap UU ITE, agar lebih adil dan berpihak pada prinsip demokrasi.