SERAYUNEWS- Kesehatan perempuan memiliki peran strategis dalam membentuk generasi penerus yang kuat, cerdas, dan berkualitas.
Namun, ancaman kanker payudara masih menjadi momok serius di balik peran vital ini.
Di Indonesia, kanker payudara tercatat sebagai penyebab kematian tertinggi di kalangan perempuan, menjadi isu kesehatan yang tak bisa lagi dipandang sebelah mata.
Kasus Baru Kanker Payudara di Indonesia Tercatat 68.858 Kasus pada 2020.
Guru Besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Mekar Dwi Anggraeni menyebut, berdasarkan data 2020, Indonesia mencatat 68.858 kasus baru kanker payudara. Setara dengan 16,6% dari total 396.914 kasus kanker yang dilaporkan.
Tragisnya, lebih dari 22.000 perempuan Indonesia kehilangan nyawa setiap tahun akibat penyakit ini. Bahkan, tren mengkhawatirkan menunjukkan bahwa usia penderita semakin muda dari waktu ke waktu.
Lebih menyedihkan lagi, menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, lebih dari 70% kasus kanker payudara stadium lanjut.
Padahal, deteksi dini terbukti mampu menurunkan risiko kematian hingga 43%. Tak hanya menyelamatkan nyawa, deteksi dini juga meringankan beban biaya pengobatan yang kerap kali memberatkan keluarga dan sistem kesehatan nasional.
Dosen Program Studi Keperawatan Unsoed itu menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat terhadap upaya pencegahan dan deteksi dini kanker payudara.
“Pola hidup sehat merupakan langkah sederhana tapi sangat berpengaruh,” ujar Prof. Mekar dalam keterangannya.
Ia menyarankan agar perempuan meningkatkan konsumsi buah dan sayuran, mengurangi makanan berlemak, rutin berolahraga, serta menjauhi kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Selain itu, manajemen stres, menjaga relasi sosial yang sehat, serta menyeimbangkan hidup dengan spiritualitas juga dinilai penting.
Langkah nyata lainnya adalah melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) secara rutin, sebaiknya sebulan sekali pada waktu yang sama setelah menstruasi.
Perempuan diminta untuk mewaspadai gejala seperti benjolan, perubahan bentuk atau ukuran payudara, kulit yang mengerut atau tertarik ke dalam, hingga keluarnya cairan dari puting meski tidak sedang menyusui.
“Jika menemukan tanda mencurigakan, segera konsultasikan dengan tenaga medis,” tegasnya.
Perempuan berusia 40 tahun ke atas idealnya menjalani mamografi minimal satu kali dalam setahun. Pemeriksaan ini sangat efektif karena dapat mendeteksi kanker bahkan sebelum gejala muncul.
Untuk perempuan dengan riwayat keluarga penderita kanker payudara atau faktor risiko genetik, skrining lebih dini dan lebih sering.
Diskusi dengan dokter mengenai kemungkinan pemeriksaan genetik dan pengawasan berkala menjadi langkah penting untuk memperkecil risiko.
“Pengetahuan adalah senjata utama. Semakin tahu tentang kanker payudara, semakin mudah mendeteksi gejala dan mengambil tindakan cepat,” tambah Prof. Mekar.
Mewujudkan generasi masa depan yang sehat mulai dari perempuan yang menjaga kesehatannya sendiri.
Deteksi dini, edukasi berkelanjutan, dan gaya hidup sehat adalah kunci utama dalam melawan kanker payudara. Pemeriksaan rutin, seperti SADARI dan mamografi, bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan.
“Kesehatan perempuan bukan hanya tentang tubuhnya sendiri, tetapi juga tentang masa depan anak-anak dan bangsa ini,” pungkas Prof. Mekar.