SERAYUNEWS– Banyak yang hobi menonton wayang kulit tetapi tidak mengetahui sejarah dan makna dari lakon-lakonnya. Ketua DPRD Jawa Tengah (Jateng) Sumanto mengajak masyarakat memahami sejarah, cerita, dan berbagai falsafah yang ada dalam pertunjukan wayang kulit.
Sumanto menyampaikan hal tersebut saat Bincang Santai Wayang Kulit di kediamannya, Desa Suruh. Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini. Sumanto tampil menjadi host dan memandu obrolan menarik dengan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati (KGPHA) Benowo. KGPHA Benowo adalah adik dari Raja Keraton Kasunanan Surakarta PB XIII. KGPHA Benowo juga menjabat Koordinator Dalang se-Solo Raya dan Pembina Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jateng.
Bincang santai digelar agar masyarakat, terutama generasi muda bisa lebih memahami alur cerita dan pesan moral dari setiap lakon yang dipentaskan.
“Setiap ada pentas wayang kulit, Saya ingin ada obrolan singkat tentang pewayangan, cerita lakonnya, ajaran, dan falsafahnya,” ujar Sumanto.
Sumanto mengatakan, pagelaran wayang kulit selalu digelar semalam suntuk, sehingga tak semua orang mau menyimak hingga selesai. Karena itu, perlu ada sinopsis yang diberikan agar penonton lebih memahami cerita wayang.
Membuka obrolan, Sumanto mengajak KGPHA Benowo menelusuri jejak sejarah wayang kulit di Pulau Jawa. KGPHA Benowo mengungkapkan, kesenian wayang sudah ada sejak lama, bahkan diperkirakan sejak abad ke-1 saat Kerajaan Jenggala di Jawa Timur berdiri. Jejaknya pun ditemukan pada zaman Kerajaan Kediri sekitar tahun 1023 Masehi.
“Referensi ini saya dapatkan dari buku catatan sejarah di Museum Radya Pustaka dan Museum Keraton Kasunanan Surakarta,” jelas KGPHA Benowo.
Setelah itu, wayang terus berkembang pada era Majapahit, dan mencapai puncaknya di Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang didirikan oleh Raden Patah menjelang akhir abad ke-15. Pada masa itu, wayang bukan hanya hiburan. Karakter dan pementasannya mengandung petuah luhur tentang budi pekerti.
Selain itu, wayang juga menjadi media efektif untuk menyampaikan kebijakan penting dari pemerintah kepada masyarakat. Menurutnya, cara yang dilakukan Ketua DPRD Jateng Sumanto menjadikan wayang kulit sebagai sarana sosialisasi program pemerintah sudah tepat.
“Saya selaku Koordinator Salang se-Solo Raya sangat mendukung program ini,” kata KGPHA Benowo.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, karakter wayang adalah cerminan sifat baik dan buruk manusia. Di panggung, karakter baik selalu berada di barisan kanan, sedangkan yang buruk di barisan kiri layar.
“Pertunjukan wayang ini adalah pertemuan dua karakter, antara baik dan buruk. Dan dalam setiap pementasannya, karakter baik selalu menang melawan karakter yang buruk,” ujarnya.
Pagelaran wayang kulit malam itu mementaskan Lakon Babad Wanamarta yang dibawakan dalang remaja Raras Purwoko Jenar, Ki Ari Murtopo, dan Ki Isna Indra Saputra.
KGPHA Benowo menjelaskan, Babad Wanamarta berkisah tentang perjuangan Pandawa mendirikan negara Amarta. Setelah Prabu Pandu Dewanata meninggal, Pandawa seharusnya mewarisi Kerajaan Astina. Namun, karena intrik Duryudana dan Patih Sengkuni dari Kurawa, mereka hanya diberi hadiah hutan Wanamarta.
“Pandawa, terutama Bima, dengan semangat dan tekad kuat membuka hutan Wanamarta,” paparnya.
Perjuangan mereka membuka hutan Wanamarta tak mudah. Berbagai rintangan, termasuk gangguan jin dan setan, harus mereka hadapi. Berkat pusaka batu sakti Kyai Sela Tempuru dari Resi Manumanasa, Bima dan Pandawa berhasil mengalahkan jin-jin tersebut. Bahkan, beberapa jin bergabung dan merasuk ke dalam diri Pandawa, menambah kekuatan mereka. Hutan Wanamarta pun berhasil diubah menjadi kerajaan Amarta yang indah dan makmur.
“Secara keseluruhan, Babad Wanamarta adalah kisah tentang perjuangan dan pengorbanan Pandawa, terutama Bima atau Werkudara, dalam mendirikan kerajaan Amarta, dari yang semula hutan belantara yang angker dan wingit menjadi sebuah kerajaan Amarta yang makmur,” pungkas KGPHA Benowo.