SERAYUNEWS– Kinerja ekonomi Banyumas Raya tumbuh positif sebesar 2.35%. Ekonomi Kabupaten Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara menunjukkan pertumbuhan positif, sedangkan untuk wilayah cilacap terkontraksi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi ditopang dengan konsumsi rumah tangga yang meningkat, seiring dengan tingginya mobilitas masyarakat pada momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri 2025. Dari sisi lapangan usaha pertumbuhan ekonomi ditopang dari sektor primer dan tersier,” kata Kepala Unit Data Statistik dan Kehumasan Kantor Perwakilan BI Purwokerto, Alnopri Hadi, saat Capacity Building Wartawan Banyumas Raya, di Yogyakarta, Senin (28/7/2025) lalu.
Disampaikan, pertumbuhan sektor primer tumbuh positif didorong dengan meningkatnya produksi sektor pertanian dan panen di sejumlah wilayah. Selanjutnya pertumbuhan sektor sekunder tumbuh positif di Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga, didorong dengan meningkatnya industri pengolahan di wilayah tersebut.
“Sektor Tersier 6,42% 5,18% 6.37% 5,34% Pertumbuhan sektor tersier tumbuh positif di Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap, meskipun untuk Banyumas melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Didorong dengan meningkatnya permintaan penyediaan akmamin dan industri pariwisata,” paparnya.
Dijelaskan, konsumsi rumah tangga secara keseluruhan tumbuh positif seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat pada momentum Idulfitri dan tahun baru. Di sisi lain, konsumsi pemerintah terkontraksi, dengan adanya efek basis dari belanja pemerintah pada triwulan I 2024 yang tinggi terkait pelaksanaan Pemilu dan pencairan bansos.
“Kinerja investasi tumbuh positif di Purbalingga dan Banjarnegara seiring dengan realisasi beberapa proyek Pembangunan. Sedangkan untuk Banyumas dan Cilacap terkontraksi,” paparnya.
Survei Bank Indonesia di Purwokerto pada Juni 2025 menunjukkan peningkatan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat sebesar 122,5, meningkat tajam dari bulan sebelumnya dan lebih tinggi dari rata-rata nasional.
“Peningkatan ini didorong oleh naiknya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) ke level 135,67 dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) ke level 109,33. Selanjutnya, IEK dan IKE meningkat. Hal ini menunjukkan kepercayaan konsumen terhadap pemulihan ekonomi juga semakin menguat,” lanjutnya.
Dirinci, IKE mengalami peningkatan ke level 109,33 atau naik 25 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan terjadi pada tiga komponen penyusunnya. Masing-masing penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja dan pembelian durable goods.
Mengenai IEK pada Juni 2025 naik sebesar 21,24 poin ke level 125,67. Seluruh komponen penyusunnya, yaitu ekspektasi penghasilan, ekspektasi ketersediaan lapangan pekerjaan, dan ekspektasi kegiatan usaha mengalami peningkatan dibandingkan posisi bulan sebelumnya.
Bank Indonesia Purwokerto juga melakukan berbagai langkah untuk mengendalikan inflasi di wilayah tersebut. Ditandaskan inflasi 2025 dijaga pada kisaran sasaran 2,5±1% dalam rangka mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Selanjutnya juga menjaga inflasi harga bergejolak (Volatile Food) dalam kisaran 3,0-5,0%. Termasuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah dengan menetapkan Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2025-2027.
Upaya yang dilakukan, masing-masing memastikan keterjangkauan harga komoditas pangan dan tarif angkutan pada periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Selanjutnya meningkatkan produktivitas pangan guna menjaga ketersediaan pasokan antarwaktu dan antarwilayah serta menjaga kelancaran distribusi pangan antarwilayah, terutama wilayah surplus menuju wilayah defisit.
“Kami juga memperkuat ketersediaan dan keandalan data pangan serta sinergi komunikasi untuk mengelola ekspektasi inflasi masyarakat,” katanya lagi.
Inflasi di Banyumas Raya pada Juni 2025 terutama didorong oleh berkurangnya pasokan beras paska panen raya dan meningkatnya permintaan daging ayam ras serta telur ayam ras sejalan dengan HBKN Idul Adha dan masuknya masa liburan sekolah.
Dalam High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Jawa Tengah di Gumaya Hotel, Semarang, Rabu (16/7/2025), Gubernur Jateng Ahmad Luthfi memberikan enam arahan pengendalian inflasi kepada bupati/wali kota. Masing-masing menetapkan kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam RTRW, memperkuat kerjasama dengan petani lokal, pemerataan pasokan pangan antar daerah surplus dengan subsidi transportasi.
Lalu, optimalisasi penyerapan hasil panen dan hilirisasi produk pangan lokal, mendorong peran aktif BUMD/BUMP/Koperasi Merah Putih dalam rantai pasok pangan, serta mendirikan toko kendali inflasi di pasar.
Gubernur Jateng juga meminta agar pembentukan kios TPID diperbanyak di seluruh kabupaten/kota untuk menjaga stabilitas harga bahan pokok. Ia mencontohkan keberhasilan Kota Semarang yang meskipun tidak memiliki sawah namun memiliki Badan Usaha Milik Petani (BUMP) sebagai offtaker beras.
Ia memberi sinyal agar BUMP atau BUMD sebagai offtaker beras, ini untuk direplikasi di kabupaten kota yang belum memiliki. Demikian ia meminta OPD Pemprov Jateng mendorong agar kios TPID bisa terbentuk di seluruh kabupaten kota di Jateng.
“Segera dibentuk di seluruh kabupaten kota. Kalau yang belum paham tokonya seperti apa bisa berguru ke Semarang,” katanya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jateng, Rahmat Dwisaputra, melaporkan inflasi Jawa Tengah pada Juni 2025 mencapai 0,24% (mtm), lebih tinggi dari nasional yang tercatat 0,19% (mtm). Peningkatan ini terutama didorong inflasi kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 2,68% (mtm) serta kenaikan harga beras 0,98% (mtm).
Rahmat menjelaskan beras menjadi komoditas dengan bobot inflasi tertinggi sejak 2018 hingga Juni 2025. Untuk diketahui, per 8 Juli 2025 harga Beras Medium rata rata di Jateng Rp 13.565, padahal HAP-nya Rp 12.500. Tingginya harga disebabkan rantai distribusi yang panjang, melibatkan lima pelaku mulai dari petani, pengepul, pedagang besar, pedagang eceran, hingga konsumen akhir, sehingga harga semakin mahal. Selain itu, sebagian pasokan beras Jawa Tengah juga mengalir ke luar provinsi.
Sebagai solusi, Rahmat mencontohkan BUMP Lumpang Semar di Kota Semarang yang mampu memangkas enam rantai distribusi dengan mengambil beras langsung dari Gapoktan dan menjualnya lebih murah dibanding pedagang besar atau pengecer. BUMP juga mengelola kios TPID untuk menjaga suplai komoditas di pasar induk atau lokasi strategis.
“Insyaallah ini akan jadi keberhasilan Jawa Tengah dalam pengendalian Inflasi. Jadi dalam HLM kali ini kita akan fokus mengekskalasi Badan Usaha Milik Petani atau Badan Usaha Milik Daerah sebagai offtaker, dari beras di Jawa Tengah,” imbuhnya.