SERAYUNEWS – Tingginya angka kecelakaan laut yang melibatkan nelayan Indonesia jadi perhatian serius pemerintah.
Banyak kasus terjadi karena minimnya pemahaman soal keselamatan kerja dan belum tersedianya dokumen pelaut resmi. Menjawab situasi ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak cepat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT), bekerja sama dengan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPPSDMKP), menggelar pelatihan Basic Safety Training Fisheries (BST-F) Tingkat II untuk nelayan Cilacap.
Pelatihan berlangsung selama empat hari, dari 23 hingga 26 Juni 2025, di Kantor Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Cilacap.
Ratusan nahkoda dan awak kapal mengikuti pelatihan ini untuk memperoleh sertifikat BST-F II serta buku pelaut perikanan—dua dokumen penting yang kini menjadi syarat wajib untuk melaut.
“Ini untuk memfasilitasi para nelayan agar mempunyai sertifikat BST-F II, sekaligus mereka diberi buku pelaut perikanan,” ujar Mochamad Idnillah, Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan DJPT.
Idnillah menegaskan bahwa pelatihan ini bukan hanya sekadar pemenuhan administratif, melainkan amanat dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2021.
“Utamanya dari kegiatan ini adalah memberikan dokumen bagi awak kapal yang akan melaut. Ini sesuai aturan bahwa awak kapal harus punya sertifikasi, baik pelatihan maupun keterampilan,” jelasnya.
Meski aturan ini berlaku sejak 2023, pemerintah memberi masa transisi hingga awal 2026 agar nelayan bisa menyesuaikan diri.
“Kami ingin memastikan karena nelayan dalam mengurus dokumen ini sepertinya agak susah, sehingga kita melakukan sosialisasi sekaligus memfasilitasi,” lanjutnya.
Program ini diberikan secara gratis, sebagai langkah awal agar nelayan terbiasa mengurus dokumen secara mandiri ke depan.
“Ini di Cilacap sebagai trigger saja yang difasilitasi oleh pemerintah supaya nelayan ini dapat memenuhi dokumen awak kapal yang menjadi kewajiban ABK kapal perikanan,” tandas Idnillah.
Data DJPT mencatat, saat ini baru sekitar 30 ribu nelayan yang mengantongi sertifikat BST-F II dan buku pelaut. Jumlah ini masih jauh dari target, khususnya untuk nelayan yang bekerja di kapal berizin pusat.
Kepala Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Lilly Aprilia Pregiwati, menekankan pentingnya pelatihan keselamatan ini.
“Kalau bicara tentang keselamatan, tentang kejadian-kejadian kondisi darurat kapal pada saat di laut, tentunya bagaimana kesiapan dari awak kapal ini kalau sampai terjadi. Baik itu untuk keselamatan diri mereka, kemudian untuk keselamatan isi daripada kapal itu, dan juga tentu dari kapal itu sendiri,” ujarnya.
Materi pelatihan meliputi penanganan kondisi darurat, pertolongan pertama pada kecelakaan, hingga langkah preventif menghadapi insiden di laut.
“Ini menjadi bagian penting yang harus mereka ikuti dalam kegiatan yang diadakan ini,” ungkap Lilly.
Sartono, seorang nahkoda kapal yang mengikuti pelatihan, mengaku baru memahami pentingnya keselamatan setelah mengikuti BST-F.
“Kalau kita bekerja di laut, tentu harus dilengkapi dengan perlengkapan keselamatan kerja yang memadai. Misalnya, saat terjadi kebakaran di tengah laut, paling tidak kita tahu bagaimana cara mengatasinya. Atau kalau kapal mengalami kebocoran, kita sudah dibekali pengetahuan dan sudah praktik langsung saat pelatihan, jadi kita bisa mengantisipasi dan menangani kejadian seperti itu,” ujarnya.
Melalui pelatihan BST-F ini, pemerintah berharap para nelayan—terutama di Cilacap—lebih siap, lebih terlindungi, dan patuh terhadap regulasi keselamatan kerja di laut. Karena di tengah samudra, keselamatan adalah segalanya.