SERAYUNEWS – Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi menerbitkan Peraturan Menteri Komdigi Nomor 8 Tahun 2025 tentang Layanan Pos Komersial.
Peraturan ini menuai perhatian publik karena dianggap membatasi program “gratis ongkir” yang marak dilakukan e-commerce.
Namun, penjelasan resmi dari Komdigi menegaskan bahwa peraturan ini tidak ditujukan untuk membatasi strategi promosi perdagangan digital, melainkan melindungi keberlanjutan sektor logistik dan kesejahteraan pekerja kurir.
Fokus Regulasi
Peraturan ini secara spesifik mengatur pembatasan potongan harga ongkos kirim yang diberikan langsung oleh perusahaan jasa kurir, baik melalui aplikasi maupun loket.
Regulasi tersebut menetapkan bahwa potongan harga yang menyebabkan tarif pengiriman berada di bawah biaya pokok layanan hanya diperbolehkan maksimal tiga hari dalam sebulan.
Potongan harga yang dimaksud mencakup seluruh elemen ongkos nyata pengiriman, seperti upah kurir, biaya transportasi antarkota, penyortiran, dan layanan pendukung lainnya.
Komdigi menilai bahwa praktik promosi berkelanjutan dengan menekan tarif hingga di bawah struktur biaya operasional bisa berdampak serius, seperti menurunnya kualitas layanan dan rendahnya kesejahteraan pekerja logistik.
Kementerian menilai bahwa potongan harga yang tidak realistis dan berlangsung terus-menerus berpotensi merugikan perusahaan jasa pengiriman.
Akibatnya, banyak kurir yang mendapatkan upah tidak layak, dan perusahaan mengalami kesulitan menjaga standar mutu pengiriman.
Oleh karena itu, regulasi ini hadir sebagai upaya menjaga keseimbangan antara efisiensi pasar dan keberlangsungan usaha jasa pos.
Gratis Ongkir E-Commerce Tetap Berlaku
Meski diwarnai kekhawatiran dari masyarakat digital, Komdigi menegaskan bahwa promosi gratis ongkir yang ditawarkan oleh e-commerce sebagai bagian dari strategi pemasaran tidak diatur dalam regulasi ini.
E-commerce tetap memiliki kebebasan untuk memberikan subsidi ongkir kepada pelanggan kapan saja, selama subsidi tersebut tidak dibebankan kepada penyedia jasa kurir secara sepihak.
Pemerintah memisahkan secara tegas antara potongan harga dari penyedia layanan pos dengan subsidi ongkir dari pelaku e-commerce.
Kebijakan ini tidak akan menghalangi pelaku usaha digital dalam mengembangkan strategi pemasaran, tetapi mendorong agar seluruh pihak yang terlibat menjalankan perannya secara adil dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, konsumen tetap bisa menikmati layanan ongkir gratis yang ditawarkan platform e-commerce, selama subsidi tersebut berasal dari penyedia barang atau jasa dan bukan hasil dari penekanan biaya operasional kurir.
Mewujudkan Ekosistem Logistik yang Berkeadilan dan Berkelanjutan
Penyusunan PM Komdigi No. 8 Tahun 2025 merupakan hasil dialog bersama antara pemerintah, asosiasi industri kurir, pelaku e-commerce, dan lembaga pengawas persaingan usaha.
Regulasi ini dirancang sebagai bagian dari langkah strategis pemerintah untuk membangun sistem logistik nasional yang lebih efisien, inklusif, dan adil bagi semua pihak.
Salah satu poin penting lainnya dalam aturan ini adalah penetapan standar minimum waktu pengiriman untuk memastikan layanan yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Pemerintah menilai industri kurir dan logistik memegang peran penting dalam mendukung transformasi digital dan pertumbuhan ekonomi inklusif.
Menteri Kominfo menegaskan bahwa peran sektor logistik tidak hanya sebatas pengiriman barang, melainkan sebagai pilar konektivitas nasional yang memperkuat akses ekonomi hingga ke pelosok.
Karena itu, kesejahteraan kurir sebagai garda depan distribusi menjadi prioritas yang tidak boleh diabaikan. Regulasi ini adalah bentuk kehadiran negara dalam menjaga keadilan ekonomi.
Pemerintah berharap bahwa dengan adanya batasan potongan harga dari kurir, iklim persaingan bisnis bisa tetap sehat tanpa mengorbankan tenaga kerja di lapangan.