SERAYUNEWS – Puluhan terdiri dari mahasiswa, alumni, pegiat isu gender, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), serta masyarakat sipil berkumpul di depan Patung Kuda Unsoed, Jumat (25/7/2025) sore.
Aksi itu sebagai wujud respon atas dugaan adanya guru besar kampus negeri itu, yang melakukan kekerasan seksual. Mereka menuntut pihak kampus bersikap tegas dan transparan mengungkap dugaan kasus tersebut.
Pergerakan ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap korban sekaligus desakan agar pihak kampus tidak abai terhadap perlindungan warga akademik dari kekerasan seksual.
“Kita peduli terhadap korban. Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di Unsoed, ini adalah masalah serius di banyak kampus. Tapi yang membuat kita prihatin, banyak korban memilih diam karena takut dan minimnya sistem perlindungan,” ujar Abdul Kholiq Fauzi, pegiat Bhinneka Ceria, yang turut dalam aksi.
Sikap tegas pihak kampus dalam mengungkap dugaan kasus ini sifatnya sangat mendesak. Sebab, menurutnya, kekerasan seksual di lingkungan kampus ibarat fenomena gunung es, kasus yang mencuat hanya sebagian kecil dari realitas yang lebih besar.
Pada aksi sore itu, ada lima tuntutan dari dari massa aksi:
1. Penyediaan ruang aman dan sistem pendampingan korban, baik secara psikologis, hukum, maupun akademik. Mahasiswa menekankan kampus harus menjadi tempat yang aman bagi semua.
2. Investigasi independen dan terbuka untuk mengungkap kasus kekerasan seksual secara menyeluruh, serta menolak segala bentuk pembungkaman atau perlindungan terhadap pelaku.
3. Pernyataan resmi dari pihak Unsoed mengenai langkah-langkah investigasi sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik.
4. Pengumuman identitas pelaku dan pemecatan pelaku dari lingkungan civitas akademika. Mereka menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual tidak boleh memiliki ruang di institusi pendidikan.
5. Penegakan hukum terhadap pelaku, serta penguatan independensi Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKTP).
Massa juga menuntut perlindungan bagi seluruh anggota satgas agar bisa bekerja bebas dari tekanan pihak internal maupun eksternal kampus.
“Kampus seharusnya menjadi ruang pembebasan, bukan penindasan. Kami akan terus mengawal kasus ini dan menuntut agar Unsoed bertindak adil dan berpihak pada korban,” kata dia.
Dukungan terhadap korban, lanjutnya, mahasiswa telah menyiapkan tim pendamping hukum untuk memastikan proses berjalan adil dan tidak bias.
Diketahui, seorang guru besar di Unsoed diduga melakukan kekerasan seksual. Pihak Unsoed sedang memproses dugaan kekerasan seksual tersebut.