SERAYUNEWS – Simak pantang Rebo Wekasan. Lantaran, tradisi Rebo Wekasan selalu menarik perhatian setiap kali bulan Safar memasuki pekan terakhir.
Bagi sebagian masyarakat Muslim di Indonesia, Rabu terakhir di bulan Safar dipercaya sebagai hari turunnya bala atau musibah.
Karena itu, muncul berbagai pantangan dan larangan yang diyakini bisa membantu menghindarkan diri dari kesialan pada hari tersebut.
Meski pandangan ulama berbeda-beda mengenai kebenaran keyakinan ini, tak bisa dipungkiri tradisi Rebo Wekasan sudah mengakar kuat di tengah masyarakat.
Nah, agar Anda lebih memahami, mari kita bahas apa saja pantangan yang biasanya dihindari pada hari Rebo Wekasan.
Daripada melanggar pantangan, masyarakat lebih memilih mengisi hari Rebo Wekasan dengan amalan-amalan baik.
Misalnya, membaca doa keselamatan, menggelar pengajian, hingga mengadakan selamatan atau kenduri.
Ritual ini dimaksudkan untuk memohon perlindungan Allah SWT dari bala dan musibah.
Selain itu, juga menjadi sarana mempererat hubungan sosial di antara warga.
Menariknya, di beberapa daerah seperti Jawa Tengah dan Madura, tradisi ini sering dibarengi dengan pembacaan Surat Yasin, doa tolak bala, hingga sholat sunnah Rebo Wekasan.
Meskipun tidak semua ulama sepakat, masyarakat memaknainya sebagai ikhtiar spiritual yang baik.
1. Mengurangi Aktivitas di Luar Rumah
Banyak orang memilih berdiam diri di rumah saat Rebo Wekasan.
Alasannya, hari ini diyakini penuh dengan energi negatif yang rawan membawa musibah.
Keluar rumah hanya dilakukan jika benar-benar mendesak, misalnya untuk bekerja atau keperluan penting lainnya.
Kepercayaan ini berakar dari tradisi lama, di mana masyarakat lebih memilih menghabiskan waktu di rumah dengan berdoa dan berkumpul bersama keluarga.
2. Tidak Disarankan Melakukan Perjalanan Jauh
Perjalanan jauh, baik darat maupun laut, dianggap tidak baik dilakukan pada hari Rebo Wekasan.
Masyarakat percaya bahwa bepergian di hari ini bisa membawa kesialan, bahkan kecelakaan.
Tak heran, banyak orang lebih memilih menunda perjalanan atau acara penting hingga hari berikutnya.
Meski tidak semua orang memegang teguh kepercayaan ini, tradisi tersebut masih dijaga di berbagai daerah.
3. Menghindari Aktivitas Berat atau Berbahaya
Melakukan pekerjaan berat seperti memanjat, menggunakan peralatan tajam, atau bekerja di tempat berisiko juga dianggap tabu pada hari Rebo Wekasan.
Keyakinannya, hari ini lebih rentan terhadap kecelakaan dan musibah.
Sebagai gantinya, masyarakat lebih memilih menjalani hari dengan aktivitas ringan seperti membaca doa, mengaji, atau berkumpul bersama keluarga.
4. Tidak Mengadakan Pesta atau Perayaan Besar
Hari Rebo Wekasan juga dianggap kurang tepat untuk mengadakan acara besar, seperti pernikahan, khitanan, atau pesta syukuran.
Ada keyakinan bahwa perayaan yang digelar di hari ini tidak akan berjalan lancar atau bahkan bisa membawa kesialan.
Karena itu, sebagian orang lebih memilih menunda perayaan penting hingga melewati hari Rebo Wekasan.
Sebagai gantinya, mereka mengadakan doa bersama atau selamatan dengan suasana yang lebih khidmat.
5. Menunda Memulai Pekerjaan Baru atau Keputusan Penting
Masyarakat Jawa dan sebagian wilayah lain meyakini bahwa hari Rebo Wekasan tidak cocok untuk memulai sesuatu yang besar.
Memulai usaha, menandatangani kontrak, atau mengambil keputusan penting biasanya ditunda.
Jika dilanggar, diyakini akan membawa kesulitan atau kegagalan.
Karena itu, banyak orang lebih memilih menjadikan Rebo Wekasan sebagai momen introspeksi dan doa, bukan awal langkah baru.
Perlu diingat, pantangan-pantangan ini lebih banyak bersifat tradisi dan bukan aturan agama yang baku.
Beberapa ulama bahkan menegaskan tidak ada dalil sahih yang menyebutkan Safar sebagai bulan penuh bala.
Namun, tradisi tetap memiliki nilai positif: ia mengajarkan kehati-hatian, mendorong masyarakat untuk lebih banyak berdoa, dan mempererat kebersamaan.
Jadi, apakah Anda akan mengikuti pantangan ini atau tidak, sepenuhnya bergantung pada keyakinan pribadi.
Yang jelas, hari Rebo Wekasan bisa menjadi momentum untuk mendekatkan diri pada Allah, memperbanyak doa, dan memperkuat hubungan sosial.***