SERAYUNEWS – Kawasan Jalan Bung Karno di Purwokerto kini menjadi magnet bagi masyarakat kota Purwokerto. Beragam aktivitas sosial masyarakat tumpah ruah di area ini. Berbagai event skala besar juga diselenggarakan ditempat tersebut.
Mulai dari event budaya, seni, otomotif, dan olahraga. Ketika malam hari, sepanjang jalan ini juga menjadi tempat favorit warga untuk sekedar nongkrong.
Kawasan jalan Bung Karno dan Kompleks Menara Teratai menjadikannya episentrum perputaran ekonomi kerakyatan. Setidaknya ada sekitar 1000 warga yang mengais rejeki di lokasi ini dengan berdagang.
Namun, di balik geliat positif ini, penataan yang kurang maksimal menjadi pekerjaan rumah yang mendesak, mengingat hal tersebut memengaruhi wajah Purwokerto secara keseluruhan.
Pemkab Banyumas saat ini sudah mulai melakukan penataan di kawasan tersebut. Salah satunya adalah rencana melakukan relokasi pedagang kaki lima yang terdaftar.
Ketua DPRD Banyumas, Subagyo, mengatakan, demi mendukung upaya Pemkab, DPRD Banyumas telah menganggarkan dana sebesar Rp1 miliar tahap awal penataan. Terutama di bagian utara Jalan Bung Karno hingga area Menara Pandang Teratai, yang masuk segmen 1.
“Kami (DPRD, red) sepakat jika dilakukan penataan agar lebih rapi dan tidak melanggar regulasi. Sebagai bentuk dukungan, kami telah menganggarkan Rp1 miliar,” kata Subagyo, pada suatu acara diskusi publik, Rabu (09/07/2025).
Menurutnya keberadaan PKL merupakan elemen penting dalam perputaran ekonomi masyarakat. Dalam penataan kawasan Jalan Bung Karno, harapannya justru bisa menciptakan harmoni antara kepentingan masyarakat dan tata kota.
“PKL adalah bagian dari kekuatan ekonomi. Kalau ditata dengan baik, seperti Malioboro di Yogyakarta, saya sangat memimpikan Bung Karno bisa jauh lebih ramai dan menarik,” ujarnya.
Namun ia mengingatkan, penataan membutuhkan kesadaran dari para pedagang tidak sembarangan menggunakan trotoar atau badan jalan.
“Jangan hanya karena ingin laris, lantas semua tempat diambil, bahkan sampai maju ke jalan. Ke depan, PKL harus bisa menata diri, tahu batas mana yang boleh dan tidak boleh dipakai,” kata dia.
Ketua Paguyuban Bung Karno Street Trader (BST), Ardi Siswanto yang hadir pada diskusi tersebut menyampaikan, paguyuban siap mematuhi kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyumas. Selama penataan tidak mengorbankan keberlangsungan hidup mereka.
“Mayoritas kami adalah pelaku UMKM yang berada di bawah garis kemiskinan. Penghasilan kami hanya Rp40 sampai Rp50 ribu per hari. Itu pun hanya cukup buat sangu anak sekolah,” ujar Ardi.
Menurutnya, keberadaan para PKL bukan hanya fenomena ekonomi, tetapi juga sosial. “Kami ini rakyat Banyumas yang berjuang menyambung hidup di Banyumas,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan perwakilan Paguyuban PKL Pasir Muncang Bersatu, Eboy. Ia mengkritisi skema relokasi PKL yang dinilai tidak realistis.
“Lapak ukuran 2×1 meter itu sempit sekali. Kita jualan masakan siap saji, bergerak aja susah. Pembeli juga harus merasa nyaman,” katanya.
Dia menambahkan, keberadaan PKL tumbuh karena ada keramaian di Jalan Bung Karno. “Dimana ada keramaian, disitu ada pedagang. Jangan sampai diskusi ini hilang, kami minta terus dipantau,” kata dia.