SERAYUNEWS – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengumumkan dua kebijakan besar yang akan mengubah wajah pendidikan menengah di Indonesia.
Pertama, pemerintah akan menerapkan kembali penjurusan di tingkat SMA. Kedua, Tes Kompetensi Akademik (TKA) akan menggantikan Ujian Nasional (UN) mulai tahun ajaran 2025/2026.
Kurang dari setahun setelah penghapusan, kebijakan penjurusan di SMA akan berlaku kembali.
Sementara itu, Ujian Nasional (UN) akan berganti dengan Tes Kompetensi Akademik (TKA) mulai tahun ajaran baru 2025/2026.
Kebijakan ini bukan hanya soal struktur kurikulum, tapi juga menyangkut masa depan jutaan pelajar di seluruh Indonesia.
Pemerintah meyakini perubahan ini akan memberikan arah yang lebih jelas dalam proses pembelajaran.
Namun di sisi lain, adaptasi yang terburu-buru tanpa persiapan matang bisa menjadi tantangan besar bagi sekolah dan siswa.
Pada masa transisi Kurikulum Merdeka, sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa sempat dihapus.
Siswa memiliki kebebasan memilih mata pelajaran sesuai minat dan bakat. Namun, kebijakan ini rupanya menimbulkan kebingungan, bahkan ketimpangan dalam sistem pengajaran.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi periode sebelumnya, Nadiem Makarim, mengakui bahwa meskipun niat awal baik, realisasi di lapangan belum merata.
Banyak sekolah belum mampu memfasilitasi fleksibilitas pilihan mata pelajaran, apalagi di daerah yang minim tenaga pengajar.
Artinya, siswa akan tetap diarahkan ke jalur IPA, IPS, atau Bahasa sejak kelas 11, tapi masih diberi ruang untuk memilih mata pelajaran lintas jurusan secara terbatas.
Tak hanya soal penjurusan, Kemendikbudristek juga resmi menghapus Ujian Nasional.
Sebagai gantinya, mulai tahun ajaran 2025/2026 pemerintah akan meerapka Tes Kompetensi Akademik (TKA). TKA merupakan asesmen terstandar untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi pelajaran inti.
TKA akan menjadi alat utama dalam menentukan kelulusan siswa dan seleksi masuk ke perguruan tinggi.
Model tes ini diklaim lebih adil dan akurat karena dirancang menyesuaikan dengan Kurikulum Merdeka dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS).
Laporan BBC News Indonesia meyebutkan bahwa TKA bertujuan untuk mengurangi tekanan berlebih dari sistem UN dan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang kesiapan akademik siswa.
Kebijakan ini medapat sambutan beragam dari masyarakat. Di satu sisi, penjurusan mampu memberi arah yang lebih jelas dalam peminatan siswa.
Di sisi lain, implementasi yang terburu-buru dapat menimbulkan kebingungan baru jika tidak berimbang dengan kesiapan infrastruktur sekolah.
Demikian pula dengan TKA, yang meskipun lebih modern dan sesuai zaman, tetap membutuhkan adaptasi dari guru dan siswa, terutama dalam metode belajar dan evaluasi.
Dengan berlakunya penjurusan dan TKA, orang tua dan siswa perlu mulai menyiapkan langkah strategis.
Mengenali minat dan bakat anak sejak dini akan sangat membantu dalam proses penjurusan nanti.
Sementara itu, membiasakan diri dengan soal-soal tipe HOTS menjadi penting agar TKA tidak menjadi hambatan.
Kemendikbudristek pun menegaskan bahwa guru dan sekolah akan mendapat sosialisasi dan pelatihan agar tidak ada yang tertinggal dalam masa transisi ini.***