SERAYUNEWS – Persoalan parkir di Purwokerto, Kabupaten Banyumas semakin hari semakin kronis. Keluhan masyarakat tidak hanya soal tarif yang tidak sesuai aturan. Tetapi pelayanan dari juru parkir liar yang kerap muncul tiba-tiba juga membuat warga merasa jengkel.
Sebutan juru parkir ghaib bukan tanpa alasan, sebab mereka muncul hanya ketika kendaraan hendak pergi, tanpa memberikan bantuan atau petunjuk saat kendaraan parkir. Ironisnya, tarif yang diminta kerap tidak masuk akal dan tidak disertai dengan karcis resmi.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan terhadap kebocoran retribusi parkir yang seharusnya menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Dulu aku sempet ribut tuh yang Andang Pangrenan, jelas-jelas ada papan, tulisannya tarif parkir Rp1000, tapi dia narik Rp2.000 kan kesel. Sekarang aku udah ga punya energi buat ribut. Jadi ya udah lah mengalah,” kata Aprilia, Selasa (6/5/2025).
Warga Purwokerto lainnya, Putra, sampai hafal beberapa lokasi yang keberadaan juru parkirnya menjadikan tidak nyaman. Seperti di Pasar Minggon Gor Satria juga ditarif Rp2.000.
Lokasi lainnya di alun-alun Purwokerto, Lokawisata Baturraden tepatnya depan Pondok Slamet, parkir depan ATM Aston, dan beberapa lokasi lain yang dianggap menjengkelkan.
“Di ATM, yang jelas-jelas kelihatan dan durasinya juga tidak lama, tetep ada tukang parkirnya. Bukan seribu atau dua ribunya, tapi ngeselin kan,” kata dia.
Keresahan yang sangat dirasakan oleh para pekerja, khususnya sales. Dimana mereka setiap hari melakukan kunjungan ke beberapa toko langganannya.
Fitria, sales produk minuman, mengaku dalam sehari setidaknya ada 6-8 kunjungan ke toko. Di setiap toko yang dia kunjungi selalu bayar parkir. Meski ketentuan tarif parkir sepeda motor Rp 1000, namun sangat jarang yang memberikan kembalian ketika diberi uang Rp 2000.
“Rata-rata dua ribu, hanya Berkah Jaya yang tarifnya seribu. Padahal klaim uang parkir dari kantor sehari hanya 12 ribu, ya jelas sering tekor,” kata dia.
Masalah ini tidak hanya berdampak pada kenyamanan masyarakat, tapi juga pada roda perekonomian pelaku usaha kecil. Banyak pedagang kaki lima dan pemilik toko mengaku omzet mereka menurun akibat konsumen enggan datang karena ada parkir.
“Pelanggan malas ke sini karena parkir semrawut dan diminta bayar mahal,” kata Anto, pedagang kuliner, di kawasan kota Purwokerto.
Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Subagyo menyoroti serius persoalan ini. Dia menyebut bahwa praktik parkir liar berpotensi merugikan PAD yang semestinya bisa digunakan untuk pembangunan daerah.
Menurut Subagyo tujuan penataan parkir adalah menata arus lalu lintas supaya teratur dan lancar sekaligus sebagai sumber masukan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun pihaknya mengakui bahwa kondisi yang terjadi saat ini masih ada miss persepsi antara warga dan pemda.
“Malah ada anggapan bahwa parkir ini hak saya. Nah parkir itu punya dua dimensi. Satu bisa menjadi pajak dan kedua adalah retribusi. Bedanya kalau pajak dikenakan kepada swasta yang melakukan usaha parkir. Nah kalau retribusi adalah bentuk pelayanan kepada masyarakat yang berkonsekuensi ada pungutan dari masyarakat kepada pemerintah,” kata dia.
Kondisi parkir yang semrawut juga merusak estetika kota, terutama di kawasan pusat kota dan lokasi wisata yang seharusnya menjadi etalase Purwokerto.
Pemerintah daerah diharapkan segera bertindak dengan memperjelas zona parkir resmi, melakukan pelatihan dan sertifikasi juru parkir, serta memaksimalkan penggunaan sistem parkir elektronik yang transparan.
Menurutnya sampai saat ini potensi yang ada dengan realisasinya masih sangat jauh. Di Kabupeten Banyumas potensi pendapatan dari retribusi parkir bisa mencapai Rp23 miliar per tahun. Akan tetapi realisasinya baru hanya Rp1,5 miliar.
“Jadi ditarget Rp2 miliar saja tidak sampai. Oleh karena itu saya mencoba berpikir bagaimana pelayanan kepada masyarakat dapat meningkat dan pemda dapat mendapat retribusi parkir,” kata dia.