
SERAYUNEWS– Bulan Rajab merupakan salah satu bulan istimewa dalam Kalender Hijriah yang memiliki kedudukan khusus dalam Islam.
Berdasarkan Kalender Hijriah yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag), tanggal 1 Rajab 1447 H jatuh pada Minggu, 21 Desember 2025.
Bulan Rajab termasuk ke dalam empat bulan haram (asyhurul hurum) yang dimuliakan Allah SWT, di mana umat Islam dianjurkan memperbanyak amal kebaikan dan menahan diri dari perbuatan maksiat.
Puasa sunnah menjadi salah satu amalan yang banyak diamalkan umat Islam di bulan ini sebagai bentuk taqarrub kepada Allah.
Meski tidak terdapat dalil shahih yang secara khusus memerintahkan puasa Rajab, nilai ibadah di bulan mulia ini tetap memiliki keutamaan besar berdasarkan dalil umum Al-Qur’an dan sunnah.
Banyak umat Islam mencari informasi seputar jadwal puasa Rajab, niat, serta keutamaannya. Hal ini menunjukkan bahwa Rajab bukan sekadar bulan biasa, tetapi menjadi pintu awal pembinaan spiritual menuju Ramadhan.
Seperti apa ulasannya, berikut ini Serayunews merangkum dari beberapa sumber:
Keistimewaan bulan Rajab ditegaskan langsung dalam Al-Qur’an sebagai bagian dari asyhurul hurum. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan… di antaranya empat bulan haram.” (QS. At-Taubah: 36)
Ayat ini menegaskan bahwa bulan-bulan haram, termasuk Rajab, memiliki kedudukan khusus di sisi Allah. Pada bulan-bulan tersebut, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan kualitas ibadah dan menjaga diri dari dosa.
Puasa Rajab dipahami sebagai bagian dari pengamalan nilai kehati-hatian dan pengagungan terhadap waktu yang dimuliakan Allah. Dengan dasar ini, puasa Rajab diposisikan sebagai ibadah sunnah yang bernilai kebaikan secara umum.
Puasa memiliki nilai spiritual tinggi dalam Islam karena melatih kesabaran dan ketakwaan. Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menjadi landasan utama keutamaan puasa, termasuk puasa sunnah di bulan Rajab. Meski puasa Rajab tidak disebutkan secara spesifik, semangat puasa sebagai sarana mencapai ketakwaan tetap relevan. Melaksanakan puasa sunnah di bulan Rajab dapat menjadi momentum memperbaiki kualitas iman dan kesiapan menyambut bulan Ramadhan.
Puasa satu hari di bulan Rajab sering dipahami sebagai amalan bernilai besar karena dilakukan di waktu yang dimuliakan Allah. Prinsip pelipatgandaan pahala ditegaskan dalam Al-Qur’an:
“Barang siapa mengerjakan kebaikan, maka baginya sepuluh kali lipat pahala.” (QS. Al-An’am: 160)
Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap amal baik yang dilakukan di waktu mulia berpotensi mendapatkan pahala berlipat. Puasa satu hari di bulan Rajab dapat dimaknai sebagai bentuk kesungguhan dalam beribadah, tanpa harus meyakini keutamaan khusus yang tidak memiliki dalil shahih.
Puasa selama beberapa hari mencerminkan konsistensi dalam ibadah. Al-Qur’an menegaskan pentingnya istiqamah dalam amal saleh:
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka.” (QS. Fussilat: 30)
Ayat ini menekankan bahwa keberlanjutan amal lebih utama daripada sekadar kuantitas. Puasa Rajab selama tiga hari dapat dimaknai sebagai latihan istiqamah dan komitmen dalam meningkatkan kualitas ibadah di bulan haram.
Tujuan utama ibadah puasa adalah perlindungan diri dari keburukan dan azab. Allah SWT berfirman:
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)
Puasa Rajab selama 7 hari dipahami sebagai upaya menjaga diri dari perbuatan dosa. Ayat ini menjadi penguat makna bahwa setiap bentuk pengendalian diri melalui puasa adalah bagian dari ikhtiar menjauhkan diri dari siksa neraka.
Harapan masuk surga merupakan motivasi utama ibadah seorang Muslim. Allah SWT berfirman:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga.” (QS. Ali Imran: 133)
Puasa sunnah di bulan Rajab menjadi bagian dari upaya bersegera dalam kebaikan. Ayat ini menguatkan bahwa setiap ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dapat menjadi wasilah menuju rahmat dan surga Allah.
Puasa juga erat kaitannya dengan taubat dan penghapusan dosa. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Puasa Rajab selama 10 hari dapat dimaknai sebagai sarana memperbanyak taubat dan introspeksi diri. Ayat ini menegaskan bahwa Allah membuka pintu ampunan bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh membersihkan diri dari dosa.
Perbedaan pendapat ulama merupakan keniscayaan dalam Islam. Allah SWT berfirman:
“Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)
Ayat ini mengajarkan umat Islam untuk bersikap bijak dan ilmiah dalam menyikapi perbedaan pendapat tentang puasa Rajab. Sebagian ulama membolehkan puasa Rajab sebagai puasa sunnah umum, sementara yang lain menekankan kehati-hatian agar tidak meyakini keutamaan khusus tanpa dalil sahih.
Keabsahan ibadah sangat ditentukan oleh niat. Allah SWT berfirman:
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan ikhlas.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَجَبٍ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
(Nawaitu shauma syahri rajaba sunnatan lillaahi ta‘aalaa.)
Artinya: “Saya niat berpuasa sunnah bulan Rajab karena Allah Ta‘ala.”
Rajab sering dipandang sebagai bulan persiapan menuju Ramadhan. Allah SWT berfirman:
“Dan bersiap-siaplah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Puasa Rajab membantu melatih fisik dan mental agar lebih siap menjalani ibadah Ramadhan dengan optimal.
Puasa Rajab merupakan amalan sunnah yang dapat dikerjakan berdasarkan dalil umum Al-Qur’an dan sunnah tentang puasa dan pengagungan waktu. Perbedaan pendapat ulama hendaknya disikapi dengan bijak, tanpa saling menyalahkan.
Dengan niat ikhlas, pemahaman yang benar, dan sikap moderat, puasa Rajab dapat menjadi sarana meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Wallahu a’lam bish-shawab.