SERAYUNEWS– Umat Islam dunia saat ini tengah merayakan peringatan Hari Raya Idul Adha 1446 Hijriyah. Selain lekat dengan Ibadah Haji, Iduladha juga terkenal sebagai Hari Raya Kurban.
Merayakan Hari Raya Iduladha 1446 Hijriyah, Rektor UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Prof. Ridwan mengajak seluruh umat Islam untuk merenungkan makna terdalam dari pengorbanan Nabi Ibrahim AS.
Menurutnya, peristiwa besar tersebut bukan hanya tentang penyembelihan hewan kurban, tetapi juga tentang nilai-nilai luhur yang bisa umat Islam jadikan teladan dalam membangun keluarga dan bangsa.
Prof. Ridwan menjelaskan bahwa kisah Nabi Ibrahim AS bersama keluarganya adalah refleksi keimanan yang tinggi kepada Allah SWT.
Dalam sejarah, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk mengorbankan putranya, Ismail AS. Perintah ini begitu berat, tetapi Nabi Ibrahim jalankan dengan ketundukan, kesabaran, dan keteguhan hati.
“Sungguh luar biasa jika kita melihat bagaimana hubungan antara ayah, ibu, dan anak dalam keluarga Ibrahim AS. Mereka menempatkan perintah Allah di atas segalanya. Ini menunjukkan betapa pentingnya keimanan dan ketaqwaan sebagai fondasi utama keluarga,” ujarnya.
Rektor UIN Saizu juga menyoroti bagaimana Nabi Ibrahim tidak mengambil keputusan secara sepihak.
Ketika menerima wahyu yang memerintahkan untuk menyembelih Ismail, ia tidak langsung melakukannya, melainkan berdialog terlebih dahulu dengan putranya.
Hal ini menunjukkan pentingnya musyawarah dalam keluarga bahwa keputusan penting perlu kita komunikasikan, bahkan kepada anak.
“Ini adalah pelajaran penting bagi para orang tua masa kini, bahwa mendengarkan anak dan berdiskusi dengan pasangan merupakan bagian dari nilai-nilai Islam,” terang Prof. Ridwan.
Nabi Ismail AS, ketika mendengar perintah tersebut, merespons dengan luar biasa: “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102).
Jawaban ini mencerminkan karakter anak yang taat, penuh cinta kepada Allah, dan siap berkorban demi kebaikan yang lebih besar.
Sementara itu, Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim dan ibu dari Ismail juga menunjukkan sikap luar biasa. Ia tidak hanya menerima keputusan suaminya, tetapi juga mendukung sepenuhnya karena percaya pada kehendak Allah.
“Peran Hajar adalah simbol kekuatan perempuan dalam menopang dan mendidik anak-anak dalam keimanan,” tambahnya.
Prof. Ridwan menegaskan bahwa keluarga Ibrahim AS adalah model pendidikan karakter yang sangat ideal. Doa Nabi Ibrahim “Rabbi hab li minas shalihin” (Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku anak-anak yang shalih) adalah ekspresi doa yang tak lekang oleh zaman.
Doa ini menunjukkan bahwa keberhasilan sejati seorang ayah bukan pada harta atau jabatan, tetapi pada keberhasilan mendidik anak-anak menjadi pribadi saleh.
“Keluarga yang harmonis, religius, dan saling mendukung akan melahirkan generasi yang kuat secara spiritual dan moral. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini di tengah berbagai tantangan zaman,” ungkapnya.
Dalam konteks kehidupan berbangsa, Prof. Ridwan menyoroti realitas Indonesia yang tengah menghadapi krisis moral di berbagai lini: korupsi di ranah politik, kekerasan dalam rumah tangga, penyimpangan sosial, serta dekadensi budaya.
Ia meyakini, solusi dari permasalahan ini tidak cukup hanya melalui regulasi atau penindakan hukum, tetapi harus kita mulai dari pembenahan unit terkecil dalam masyarakat, yakni keluarga.
“Keluarga adalah miniatur masyarakat. Jika keluarga rapuh, maka bangsa akan lemah. Sebaliknya, jika keluarga kuat, penuh nilai, dan bermartabat, maka negara pun akan kokoh,” tegasnya.
Ia pun mengutip pepatah Arab: “Al-‘usrah ‘imad al-bilad, biha tahya wa biha tamut” keluarga adalah tiang negara; dengan keluargalah negara bisa hidup atau hancur.
Di akhir pernyataannya, Rektor UIN Saizu mengajak seluruh umat Muslim untuk menjadikan momentum Iduladha sebagai waktu untuk introspeksi diri dan memperkuat kualitas keluarga.
Iduladha bukan sekadar perayaan kurban, tetapi panggilan untuk menumbuhkan ketakwaan, keikhlasan, dan pengorbanan dalam kehidupan nyata terutama dalam membina keluarga.
“Bangsa yang besar bukan semata karena kekuatan militer atau ekonomi, tetapi karena kuatnya nilai-nilai dalam keluarga. Maka dari itu, mari kita meneladani keluarga Nabi Ibrahim untuk mewujudkan masyarakat yang beradab dan bangsa yang bermoral,” pungkasnya.
Caption Foto:
Refleksi Idul Adha, Rektor UIN Saizu: Teladani Keluarga Nabi Ibrahim sebagai Fondasi Bangsa Bermoral. (Foto : Humas UIN Saizu)