SERAYUNEWS- Peringatan Hardiknas yang jatuh setiap 2 Mei 2025 menjadi momen penting untuk merefleksikan peran strategis pendidikan dalam membangun masa depan bangsa.
Di tengah upaya mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, pendidikan tinggi memegang peran sentral dalam mencetak sumber daya manusia unggul dan berdaya saing global.
Kepala Lembaga Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pembelajaran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Juni Sumarmono menekankan ada dua aspek krusial yang harus diperkuat dalam pendidikan tinggi Indonesia: akses yang merata dan peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Dia menyebut, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia menunjukkan tren positif, namun belum mencukupi.
Pada 2024, APK baru menyentuh angka 31,45%, jauh dari target 60% pada 2045. Dengan negara-negara di OECD dan ASEAN, capaian ini masih tertinggal.
“Unsoed, memiliki tanggung jawab untuk memperluas kesempatan generasi muda mengenyam pendidikan tinggi,” ujarnya dalam keterangan Jumat (2/5/2025).
Prof. Juni menyebutkan Unsoed telah membuka kesempatan belajar bagi lebih dari 10.000 mahasiswa baru setiap tahun melalui 99 program studi, di mana 56,8% di antaranya telah terakreditasi Unggul atau A.
Meski demikian, kesenjangan akses tetap menjadi tantangan nyata. Disparitas antara kota dan desa, kelompok ekonomi atas dan bawah, serta antara Jawa dan luar Jawa, masih mencolok.
Prof. Juni menegaskan, jika peningkatan APK tidak dengan pemerataan, maka ketimpangan sosial akan semakin menganga dan potensi bangsa tak akan berkembang maksimal.
Untuk itu, butuh langkah-langkah inklusif seperti perluasan beasiswa tepat sasaran, pembangunan infrastruktur pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Serta pemanfaatan teknologi pembelajaran jarak jauh agar pendidikan tinggi dapat dijangkau oleh seluruh warga negara.
Tak kalah penting dari akses adalah mutu pendidikan. Menurut Prof. Juni, peningkatan kualitas harus mencakup berbagai aspek, mulai dari pengajaran, kurikulum yang adaptif, riset inovatif, hingga tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Ia mengungkapkan, masih banyak pekerjaan rumah dalam dunia pendidikan tinggi, antara lain kurikulum yang kurang responsif terhadap perubahan zaman, metode belajar yang belum inovatif, minimnya kolaborasi dengan dunia industri, serta rendahnya publikasi ilmiah dan hilirisasi riset.
“Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) kerap masih bersifat administratif. Perlu ada transformasi mindset agar budaya mutu benar-benar melekat,” ujar Prof. Juni.
Langkah strategis yang harus diambil meliputi revitalisasi kurikulum berbasis kompetensi 4C (Critical thinking, Creativity, Collaboration, Communication), peningkatan kapasitas dosen secara berkelanjutan.
Juga penguatan kerja sama dengan industri melalui program magang, riset bersama, dan keterlibatan praktisi dalam pembelajaran.
Selain itu, peningkatan kualitas penelitian juga mutlak yang harus dengan topangan fasilitas riset memadai dan pendanaan berkelanjutan. Tata kelola perguruan tinggi pun perlu mengedepankan prinsip good governance, transparansi, dan akuntabilitas.
Hardiknas 2025 menjadi momentum strategis untuk memperkuat komitmen bersama membangun pendidikan tinggi yang inklusif dan bermutu.
Akses luas tanpa mutu hanya menghasilkan kuantitas tanpa kualitas. Sebaliknya, mutu tanpa akses hanya akan memperdalam ketimpangan.
Mewujudkan Indonesia Emas 2045 memerlukan lulusan pendidikan tinggi yang kompeten, inovatif, dan siap berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Pendidikan tinggi bukan hak istimewa segelintir orang, melainkan hak setiap anak bangsa.