SERAYUNEWS- Dunia seni tradisi kembali membuktikan daya magisnya. Bukan hanya memikat hati masyarakat Indonesia, alat musik tradisional bundengan kini mencuri perhatian mancanegara.
Melansir keterangan di Instagram Sanggar Tari Ngesti Laras, seorang konservator musik asal Australia, Rossie Cook, menjadi salah satu saksi hidup betapa budaya lokal Indonesia punya daya tarik luar biasa.
Rossie, yang sehari-hari bekerja sebagai konservator alat musik di Universitas Monash, Australia, awalnya tidak mengenal bundengan. Namun takdir mempertemukannya dengan alat musik anyaman bambu ini dalam sebuah tugas kampus yang mengubah arah hidupnya.
Segalanya bermula saat Rossie diminta memperbaiki sebuah alat musik yang tidak dikenal. Setelah mencari informasi di berbagai literatur, ia tidak menemukan jawaban.
Rasa penasaran membawanya berselancar di internet hingga akhirnya menemukan video Munir, seorang seniman asal Kalijajar, Wonosobo, yang memainkan bundengan secara otentik.
Video itu menjadi titik balik. Rossie tak hanya kagum pada bentuk dan suara bundengan yang unik, tetapi juga pada cara Munir memainkannya yang begitu menyatu dengan alam dan budaya lokal. Ia merasa menemukan sesuatu yang lebih dari sekadar alat musik—ia menemukan roh kebudayaan.
Tergerak oleh ketertarikan yang dalam, pada Agustus 2016, Rossie mengambil langkah luar biasa: ia memutuskan terbang langsung dari Australia ke Indonesia, menuju Desa Ngabean, Kalijajar, Wonosobo.
Tujuannya jelas—bertemu langsung dengan Munir dan Buchori, dua maestro bundengan yang telah berpuluh tahun menjaga warisan leluhur ini.
Kedatangannya disambut hangat oleh komunitas lokal. Di sana, Rossie belajar langsung bagaimana membuat, memainkan, dan memahami filosofi bundengan. Ia tak hanya menjadi peneliti, tetapi juga murid yang rendah hati dalam menimba ilmu budaya Jawa.
Bundengan adalah alat musik unik dari Wonosobo yang dulunya digunakan oleh para penggembala bebek. Alat ini berfungsi ganda—sebagai pelindung punggung dari panas matahari sekaligus sebagai instrumen musik yang bisa dimainkan sambil menunggu ternak.
Terbuat dari bambu, kulit, dan senar, bundengan menghasilkan suara khas yang bisa meniru berbagai alat musik tradisional lain seperti siter, kendang, bahkan gong.
Sayangnya, alat ini sempat nyaris punah karena minimnya regenerasi dan perhatian masyarakat modern.
Namun, melalui gerakan pelestarian yang dilakukan seniman lokal seperti Munir dan Buchori, serta dukungan dari komunitas seperti Ngesti Laras, bundengan mulai kembali dikenal.
Dan kedatangan Rossie Cook dari Australia menjadi simbol penting bahwa budaya lokal punya gaung global.
Kepulangan Rossie ke Australia tidak menghentikan perjuangannya. Ia membawa bundengan sebagai bagian dari koleksi riset di Universitas Monash dan memperkenalkannya dalam forum-forum ilmiah.
Rossie juga berkolaborasi dengan komunitas seni Indonesia untuk membuat lokakarya edukasi budaya, salah satunya bertajuk “Menjaga dan Melestarikan Bundengan sebagai Sarana Edukasi.”
Dalam workshop tersebut, Rossie tampil mengenakan busana adat Jawa lengkap dan memainkan bundengan bersama para pelestari lokal. Aksinya menunjukkan bahwa pelestarian budaya bukan soal asal-usul, tetapi soal rasa, dedikasi, dan cinta terhadap nilai-nilai luhur.
Kisah Rossie Cook menjadi refleksi kuat bahwa budaya adalah bahasa universal. Tidak ada sekat negara, ras, atau bahasa ketika seni sudah berbicara.
Dedikasi Rossie membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus datang dari dalam negeri, karena siapapun yang mencintai, bisa ikut menjaga.
Sebaliknya, ini menjadi tamparan lembut bagi kita sebagai pewaris asli budaya Indonesia: apakah kita sudah mengenal bundengan? Apakah kita mau menjaga warisan ini sebelum terlambat?
Dia tak hanya menemukan alat musik, dia menemukan makna hidup dari sebuah budaya yang mengakar pada alam, kesederhanaan, dan kebersamaan.
Tentang Lokasi:
Desa Ngabean, Kalijajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia – pusat pelestarian bundengan.
Monash University, Melbourne, Australia – lembaga riset dan konservasi tempat Rossie mengembangkan riset bundengan.
Ingin tahu lebih banyak tentang bundengan?
Ikuti akun Instagram komunitas pelestari budaya Wonosobo: @ngesti_laras
Mari bersama mengangkat kembali kejayaan budaya Nusantara — karena jika dunia saja bisa jatuh cinta, mengapa kita tidak?