SERAYUNEWS- Fenomena sound horeg, sistem audio berdaya tinggi yang semarak di berbagai hajatan dan karnaval, kini memicu perdebatan setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaannya.
MUI menilai praktik penggunaan sound horeg memicu banyak dampak negatif, dari gangguan kesehatan hingga pelanggaran norma agama. Tren sound horeg saat ini ramai. Istilah “sound horeg” kabarnya bukan berasal dari para pelaku usaha, melainkan muncul dari masyarakat.
Melansir berbagai sumber, berikut ulasan selengkapnya mengenai sejarah Sound Horeg populer di Jawa Timur, yang kini viral muncul Fatwa Haram dari MUI:
Sound horeg adalah istilah populer di Jawa Timur untuk menyebut sistem audio berdaya sangat tinggi yang digunakan dalam acara-acara rakyat seperti karnaval, arak-arakan, dan pesta hajatan.
Kata “horeg” berasal dari kesan suara yang menggelegar atau bising. Biasanya, sistem ini dipasang di atas kendaraan seperti truk atau pick-up, lalu dibawa berkeliling kampung sambil mengalunkan musik keras.
Fenomena ini bukan sekadar hiburan. Bagi sebagian warga, sound horeg menjadi simbol kemeriahan acara. Tak jarang, mereka menyewa sound system berukuran besar, lengkap dengan DJ, lampu sorot, hingga penampilan penari jalanan.
Menurut David Stefan, Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu sekaligus pemilik Blizzard Audio, tren sound horeg mulai muncul sekitar tahun 2014 di Kabupaten Malang. Ia menyebut masyarakatlah yang pertama kali mempopulerkan istilah tersebut, bukan para pelaku usaha.
Awalnya, sistem audio digunakan untuk mengiringi arak-arakan budaya seperti kirab tumpeng. Namun, seiring waktu dan perkembangan teknologi, tren ini berevolusi.
Musik tradisional digantikan oleh irama DJ, lalu ditambah elemen hiburan modern lain seperti joget campur, asap buatan, dan pencahayaan panggung. Semakin besar dan meriah sound yang digunakan, semakin menarik perhatian warga.
David juga menyampaikan bahwa kendaraan pengangkut sound horeg ikut berkembang. Dari semula hanya menggunakan pick-up kecil, kini banyak yang memanfaatkan truk besar.
Namun, ia menilai kapasitas maksimal sudah tercapai karena kondisi infrastruktur jalan tidak memungkinkan kendaraan semakin besar.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang menyatakan bahwa penggunaan sound horeg dalam bentuk berlebihan haram. Berikut alasan utama di balik keputusan tersebut:
MUI Jatim menegaskan bahwa:
Fatwa ini memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian warga mendukung langkah MUI karena merasa terganggu dengan suara bising yang merajalela.
Namun, tak sedikit pelaku usaha sound system yang menyatakan keberatan karena merasa fatwa tersebut dapat mengganggu mata pencaharian mereka.
David Stefan mengakui bahwa tren ini memberi dampak ekonomi besar bagi penyedia sound system. Banyak pelaku usaha kini menggantungkan hidup dari penyewaan sound horeg, bahkan menjadikannya sebagai usaha utama, bukan lagi sampingan.
Pemerintah daerah harapannya segera:
MUI pun menyerukan agar masyarakat lebih bijak dalam mencari hiburan yang positif, edukatif, dan tidak menimbulkan kerugian sosial.
Fenomena sound horeg menggambarkan semangat hiburan rakyat yang kuat, namun di sisi lain juga membuka ruang konflik sosial, kesehatan, dan spiritual.
Fatwa haram dari MUI Jawa Timur menjadi sinyal penting agar budaya hiburan tetap dikendalikan dalam koridor etika dan hukum.
Kini, tinggal bagaimana pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha berkolaborasi mencari titik tengah. Tradisi tetap hidup, tetapi tidak dengan mengorbankan ketertiban, ketenangan, dan nilai-nilai agama.