SERAYUNEWS- Dunia pendidikan tinggi kembali diguncang kasus kekerasan seksual. Hal yang membuat miris, kasus kasus kekerasan seksual tersebut melibatkan dosen dengan gelar Guru Besar.
Setelah kasus yang melibatkan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) yang mencuat April 2025 lalu, kini dugaan serupa menimpa seorang dosen bergelar profesor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah.
Kasus ini mencuat tak lama setelah publik menyoroti Dosen UGM, Edy Meiyanto, yang dilaporkan melakukan kekerasan seksual terhadap beberapa mahasiswi sejak 2023. Kasus itu ditangani Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
Di Unsoed Purwokerto, pelaku yang diduga terlibat kekerasan seksual juga merupakan sosok akademisi dengan gelar profesor. Dosen tersebut kabarnya pernah mengajar di Jurusan Ilmu Politik, sebelum berpindah ke Jurusan Ilmu Komunikasi.
Informasi yang beredar, dia merupakan lulusan S3 dari Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan spesialisasi di bidang Sosiologi Komunikasi, dan dikukuhkan sebagai guru besar pada Tahun 2023 lalu.
Meskipun demikian, belum jelas identitas sang dosen. Karena pihak Unsoed Purwokerto berupaya sangat berhati-hati dan cermat, dalam menyelesaikan kasus ini.
Dalam keterangannya, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum Unsoed, Prof. Kuat Puji Prayitno menegaskan bahwa kampusnya berkomitmen penuh untuk menindak tegas segala bentuk kekerasan seksual.
Menanggapi laporan dugaan kekerasan seksual oleh dosen profesor tersebut, pihak Unsoed juga langsung membentuk Tim Pemeriksa yang terdiri dari tujuh anggota untuk mengusut tuntas kasus ini.
“Tim Pemeriksa telah mulai bekerja dan melakukan pendalaman. Kami telah memanggil Ketua Satgas PPK sebagai penerima laporan dan juga terlapor,” ujarnya dalam keterangan Kamis (24/7/2025).
Prof. Kuat menyatakan bahwa proses pemeriksaan masih berlangsung, dan hingga kini belum ada kesimpulan resmi yang dapat disampaikan ke publik.
“Kami akan berhati-hati dan cermat dalam menyelesaikan kasus ini. Jika diperlukan, kami akan menghadirkan saksi dan tenaga ahli untuk mendukung proses pendalaman,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa Unsoed tidak mentoleransi kekerasan seksual dalam bentuk apa pun. Pihak kampus berkomitmen menjaga lingkungan akademik yang aman dan bermartabat.
Gelar profesor atau guru besar di Indonesia merupakan jabatan akademik tertinggi, namun bukanlah hak seumur hidup.
Gelar ini dapat dicabut berdasarkan aturan yang berlaku, khususnya jika terjadi pelanggaran serius, baik secara hukum maupun etik akademik.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, gelar profesor hanya berlaku selama individu tersebut masih aktif sebagai dosen.
Jika seorang dosen diberhentikan secara tidak hormat, maka gelar profesor akan gugur secara otomatis.
Setidaknya terdapat tiga alasan utama pencabutan gelar guru besar di Indonesia:
1. Pemberhentian sebagai Dosen
Jika dosen diberhentikan secara tidak hormat, seperti karena pelanggaran berat atau melanggar sumpah jabatan, maka gelarnya otomatis gugur.
2. Pelanggaran Norma Akademik
Tindakan seperti plagiarisme, manipulasi data ilmiah, atau pelecehan seksual dapat menjadi dasar pencabutan jabatan akademik.
3. Pelanggaran Hukum
Jika dosen terlibat dalam pelanggaran hukum berat, termasuk kekerasan seksual atau korupsi, institusi berwenang bisa mengajukan permohonan pencabutan gelar ke Kementerian dan Presiden.
Proses pencabutan gelar tidak dilakukan secara instan. Tahapannya dimulai dari investigasi internal di tingkat kampus, klarifikasi dari pihak terlapor, dan diakhiri dengan keputusan dari otoritas seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) atau bahkan Presiden, tergantung beratnya pelanggaran.
Melansir berbagai sumber, kasus pencabutan gelar profesor pernah terjadi sebelumnya. Pada 2023, Mendikbudristek Nadiem Makarim mencabut gelar dua guru besar dari Universitas Sebelas Maret (UNS), yaitu Hasan Fauzi dan Tri Atmojo Kusmayadi.
Keduanya dijatuhi sanksi karena melanggar tiga pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Surat Keputusan (SK) bernomor 29985/RHS/M/08/2023 dan 29986/RHS/M/08/2023 menyebutkan bahwa mereka dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan guru besar selama 12 bulan.
Kasus dugaan kekerasan seksual yang melibatkan guru besar, baik di UGM maupun Unsoed, membuka diskusi luas tentang etika akademik dan integritas di kampus.
Masyarakat kini menanti bagaimana Unsoed menyelesaikan kasus ini, termasuk kemungkinan pencabutan gelar jika terbukti bersalah.