SERAYUNEWS – Fenomena mencengangkan kembali menggemparkan jagat media sosial. Kali ini, sebuah grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” menjadi perbincangan panas di berbagai platform.
Grup ini diketahui memuat konten menyimpang bertema inses, atau hubungan seksual sedarah, yang sontak membuat publik geram sekaligus penasaran: siapa sebenarnya sosok pembuat grup Fantasi Sedarah?
Grup yang sempat menampung lebih dari 30 ribu anggota ini secara terang-terangan menampilkan postingan vulgar, bahkan berisi curhatan dan pengalaman pribadi seputar inses.
Mulai dari ayah kepada anak, ibu kepada anak laki-lakinya, hingga sesama saudara kandung.
Tak hanya berupa cerita, grup ini juga mengunggah foto dan konten 18+, yang tak jarang melibatkan anak di bawah umur.
Salah satu yang lantang mengecam adalah Sadam Permana, aktivis sosial yang mengunggah kemarahannya lewat akun Instagram @sadampermana.w.
Dalam unggahannya, ia mendesak aparat untuk bertindak tegas terhadap kelompok penyebar paham menyimpang ini.
“Usut tuntas akun grup ini dan proses hukum pelaku!!!” tulisnya tegas.
Menurut Sadam, grup ini tak hanya memuat cerita menyimpang, tetapi juga menjadi wadah pertukaran pengalaman dan materi pelecehan seksual dalam lingkup keluarga, bahkan terhadap anak-anak.
Awalnya, grup ini bersifat publik dan mudah ditemukan di Facebook. Namun, setelah berbagai tangkapan layar dari isi grup menyebar luas di X (sebelumnya Twitter), TikTok, dan Instagram, grup Fantasi Sedarah tiba-tiba lenyap dari peredaran.
Sebelum menghilang, grup ini sempat mengganti nama menjadi “Suka Duka”, diduga sebagai upaya mengelabui sistem dan menghindari laporan massal dari pengguna.
Sayangnya, usaha tersebut tidak berhasil menyelamatkan grup dari sorotan. Kini, baik grup lama maupun nama barunya sama-sama tak lagi bisa diakses.
Hal ini memunculkan banyak spekulasi, terutama tentang identitas admin dan para anggota grup yang sebagian besar menggunakan akun palsu.
Menyikapi ramainya laporan dan desakan dari masyarakat, Polda Metro Jaya melalui Kepala Sub Bidang Penmas, AKBP Reonald Simanjuntak, menyatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki lebih dalam mengenai grup ini.
“Sudah pasti Direktorat Siber Polda Metro Jaya akan mendalami akun Facebook tersebut,” ujar Reonald.
Tak hanya itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, yang diwakili Alexander Sabar, juga sudah menjalin koordinasi dengan Meta, perusahaan induk Facebook.
“Kami langsung berkoordinasi dengan Meta untuk memblokir grup ini. Fantasi Sedarah termasuk penyebaran paham yang bertentangan dengan norma dan hukum di masyarakat,” jelas Alexander.
Hingga artikel ini ditulis, belum ada informasi resmi mengenai identitas pembuat grup tersebut.
Namun, aparat dan Kominfo terus melakukan penelusuran digital bekerja sama dengan Meta untuk melacak jejak admin dan anggotanya.
Warganet tak tinggal diam. Di platform X dan TikTok, muncul ajakan untuk melakukan report massal terhadap grup-grup serupa yang muncul sebagai “kloningan” dari Fantasi Sedarah.
Pasalnya, setelah grup utama menghilang, beberapa akun baru dengan nama hampir serupa muncul kembali, menyebarkan konten yang tak kalah meresahkan.
Langkah ini diharapkan bisa mempercepat pemblokiran dan mencegah konten berbahaya semacam ini menyebar lebih luas lagi.
Dalam hukum Indonesia, konten seperti yang beredar di grup tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang Perlindungan Anak.
Pelaku yang terbukti menyebarkan konten pelecehan seksual terhadap anak bisa dijerat hukuman penjara maksimal 12 tahun dan denda hingga Rp2 miliar.
Ini jadi pengingat bahwa ruang digital bukan tempat bebas nilai. Perilaku menyimpang, apalagi yang melibatkan kekerasan seksual dan anak-anak, tak bisa ditoleransi.
Kesimpulan
Misteri siapa sosok pembuat grup Facebook Fantasi Sedarah masih menjadi tanda tanya besar.
Namun yang pasti, kehadiran grup ini menjadi alarm bagi kita semua: literasi digital dan perlindungan anak di internet harus diperkuat.
Anda sebagai pengguna media sosial pun punya peran penting—laporkan, jangan diam.
Jagalah ruang digital kita dari konten yang merusak moral dan mengancam masa depan generasi muda.***