SERAYUNEWS – Terobosan besar dalam pendekatan restorative justice lahir dari internal Kejaksaan Agung. Gagasan ini digulirkan oleh Dr. Sunarwan, SH, MHum, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) melalui proyek perubahan dalam Diklat Kepemimpinan Nasional (Diklatpim) Tingkat II Tahun 2025.
Berbeda dari pendekatan sebelumnya, skema baru ini tidak hanya berfokus pada penghentian perkara, tetapi juga pada pemulihan menyeluruh pascaperkara.
“Restorative justice bukan sekadar damai atau penghentian perkara. Tapi bagaimana semua pihak, baik korban maupun pelaku, bisa pulih secara utuh,” ujar Sunarwan saat ditemui di Purwokerto, Selasa (22/7/2025).
Gagasan ini kemudian diperkuat lewat terbitnya Surat Edaran Jampidum No. 1 Tahun 2025, yang menekankan pentingnya sinergi antara kejaksaan dan pemerintah daerah dalam pemulihan pascaperkara.
Untuk menguji efektivitas pendekatan baru ini, Sunarwan menggandeng Kejari Purwokerto, Kejari Banyumas, dan Pemerintah Kabupaten Banyumas sebagai mitra uji coba nasional. Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan pada 15 Juli 2025, melibatkan:
Fokus utama proyek ini adalah mengurangi residivisme, terutama akibat faktor ekonomi dan minimnya akses rehabilitasi.
“Dengan pelatihan di BLK dan dukungan lintas sektor, kami ingin pelaku tidak kembali mengulangi kejahatan karena faktor ekonomi,” jelas Sunarwan.
Program ini mendapat dukungan penuh dari Dinas Tenaga Kerja, Koperasi, dan UKM Kabupaten Banyumas.
Kepala Disnaker Wahyu Dewanto menyatakan kesiapan dalam memfasilitasi pelatihan keterampilan hingga penempatan kerja bagi pelaku pascaperkara.
“Program ini kami sambut positif. BLK siap menampung pelatihan. Kami bahkan bantu penempatan kerja agar mereka bisa bangkit dan tidak kembali ke dunia kriminal,” katanya.
Jenis pelatihan yang disiapkan meliputi:
Untuk calon pekerja migran, tersedia pelatihan khusus seperti caregiver dan housekeeper.