
SERAYUNEWS- Pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh kehadiran emiten baru dari sektor perbankan digital. Pada Rabu, 17 Desember 2025, PT Super Bank Indonesia Tbk resmi mencatatkan saham perdananya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode SUPA.
Momen ini menjadi sorotan investor ritel maupun institusi karena harga penawaran umum perdana sebesar Rp 635 per saham menambah tingginya animo pemesanan selama masa penawaran umum.
IPO Superbank tidak hanya menjadi agenda rutin pencatatan saham baru, tetapi juga mencerminkan kuatnya minat pasar terhadap prospek bank digital di Indonesia.
Dengan dukungan ekosistem besar dan strategi ekspansi agresif, SUPA dinilai memiliki potensi pertumbuhan jangka panjang yang menarik untuk dicermati.
Apakah saham IPO SUPA layak dibeli, bagaimana valuasinya dibanding kompetitor, serta peluang pergerakan harga di hari perdana perdagangan. Melansir berbagai sumber, berikut ulasan selengkapnya:
PT Super Bank Indonesia Tbk resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 17 Desember 2025 sebagai emiten ke-26 yang mencatatkan saham sepanjang tahun ini.
Pencatatan perdana SUPA langsung menyita perhatian pasar karena saham ini berasal dari sektor perbankan digital yang tengah berkembang pesat.
Sejak awal perdagangan, SUPA menjadi salah satu saham yang paling banyak dipantau investor.
Tingginya ekspektasi pasar tercermin dari antrean beli yang padat, mencerminkan kepercayaan terhadap prospek bisnis dan strategi pertumbuhan perseroan ke depan.
Manajemen Superbank menetapkan harga penawaran umum perdana sebesar Rp 635 per saham. Dengan ketentuan satu lot sebanyak 100 saham, investor ritel dapat berpartisipasi dalam IPO SUPA dengan modal minimal Rp 63.500, menjadikannya relatif terjangkau bagi investor pemula.
Harga ini ditentukan melalui proses bookbuilding yang mempertimbangkan minat investor dan valuasi wajar perusahaan. Posisi harga tersebut dinilai kompetitif di tengah persaingan ketat bank digital yang sudah lebih dahulu tercatat di BEI.
Salah satu fakta paling menonjol dari IPO SUPA adalah tingkat kelebihan permintaan yang sangat tinggi.
Selama masa penawaran umum pada 10–15 Desember 2025, IPO ini tercatat mengalami oversubscription hingga 318,69 kali.
Lebih dari satu juta order masuk dari investor ritel dan institusi, menunjukkan kuatnya appetite pasar terhadap saham perbankan digital.
Tingginya permintaan ini juga membuat banyak investor hanya memperoleh alokasi saham dalam jumlah terbatas saat penjatahan.
Tingginya oversubscription tidak hanya mencerminkan euforia jangka pendek, tetapi juga menjadi indikator kepercayaan investor terhadap fundamental dan strategi bisnis Superbank.
Pasar menilai SUPA memiliki fondasi yang cukup kuat untuk bersaing di industri perbankan digital.
Kepercayaan ini didorong oleh kombinasi model bisnis berbasis teknologi, efisiensi operasional, serta potensi sinergi dengan ekosistem besar yang mendukung pertumbuhan jumlah nasabah dan transaksi.
Dari sisi valuasi, saham SUPA menawarkan Price to Book Value (PBV) sekitar 2,64 kali berdasarkan harga IPO.
Angka ini tergolong lebih rendah dibandingkan bank digital lain yang sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Sebagai perbandingan, beberapa bank digital tercatat diperdagangkan dengan PBV di atas 3 hingga 4 kali.
Valuasi yang relatif rendah ini membuka peluang rerating apabila kinerja Superbank mampu tumbuh sesuai ekspektasi pasar.
Jika disejajarkan dengan emiten sejenis, SUPA berada pada posisi valuasi yang paling konservatif. Bank Jago diperdagangkan dengan PBV sekitar 3,30 kali, sementara Allo Bank dan Bank Aladin Syariah masing-masing berada di kisaran 4 kali.
Kondisi ini membuat SUPA dipandang sebagai bank digital dengan valuasi paling murah saat IPO, sehingga menarik bagi investor yang mencari saham bertumbuh dengan risiko valuasi yang relatif lebih terkendali.
Antusiasme pasar yang sangat tinggi membuka peluang saham SUPA bergerak agresif pada hari pertama perdagangan. Dengan antrean beli yang padat, tidak sedikit pelaku pasar yang memproyeksikan potensi Auto Reject Atas (ARA).
Secara simulasi, apabila SUPA mampu mencetak ARA secara beruntun, kapitalisasi pasarnya dapat meningkat signifikan dan sejajar dengan emiten besar di sektor lain. Namun, volatilitas tetap menjadi risiko yang perlu diperhatikan investor.
Superbank berada dalam ekosistem besar Grab dan Emtek Group yang dinilai menjadi keunggulan kompetitif utama.
Sinergi ini memungkinkan percepatan akuisisi nasabah, peningkatan volume transaksi digital, serta ekspansi kredit berbasis data.
Dengan dukungan jaringan teknologi dan media, Superbank memiliki peluang untuk menjangkau segmen ritel dan UMKM secara lebih luas dibandingkan bank digital lainnya.
Melalui IPO ini, Superbank berhasil menghimpun dana segar sekitar Rp 2,79 triliun. Dana tersebut akan menjadi amunisi utama untuk memperkuat struktur permodalan dan mempercepat ekspansi bisnis perseroan.
Langkah ini mencerminkan kesiapan manajemen dalam memanfaatkan momentum pasar untuk membangun skala bisnis yang berkelanjutan.
Sekitar 70 persen dana hasil IPO akan dialokasikan sebagai modal kerja, terutama untuk mendorong penyaluran kredit ke segmen ritel dan UMKM.
Segmen ini dinilai memiliki potensi pertumbuhan tinggi seiring meningkatnya digitalisasi layanan keuangan.
Dengan modal yang lebih kuat, Superbank memiliki ruang lebih besar untuk memperluas portofolio pembiayaan secara selektif dan terukur.
Sisanya, sekitar 30 persen dana IPO akan digunakan untuk belanja modal mulai 2026 hingga lima tahun ke depan.
Fokus belanja modal mencakup pengembangan produk digital, sistem pembayaran, serta infrastruktur teknologi informasi.
Superbank juga menyiapkan investasi pada kecerdasan buatan (AI), data analytics, dan penguatan keamanan siber guna meningkatkan efisiensi operasional dan perlindungan data nasabah.
Industri perbankan digital di Indonesia masih berada dalam fase pertumbuhan. Tingkat penetrasi layanan keuangan digital yang terus meningkat membuka peluang bagi pemain seperti SUPA untuk memperluas pangsa pasar.
Dengan strategi ekspansi yang agresif namun terukur, Superbank berpeluang menjadi salah satu pemain utama dalam lanskap perbankan digital nasional.
Meski prospeknya menjanjikan, investor tetap perlu mencermati risiko yang melekat, mulai dari persaingan ketat antar bank digital, volatilitas harga saham pasca-IPO, hingga tantangan menjaga kualitas aset.
Keputusan investasi sebaiknya didasarkan pada profil risiko dan horizon investasi masing-masing, bukan semata-mata euforia hari perdana perdagangan.
Secara fundamental dan valuasi, SUPA menawarkan kombinasi menarik antara harga yang relatif murah dan potensi pertumbuhan jangka panjang. Tingginya minat investor juga menjadi katalis positif dalam jangka pendek.
Namun, investor disarankan untuk mempertimbangkan strategi akumulasi bertahap dan tidak terburu-buru mengejar harga saat volatilitas tinggi.
IPO PT Super Bank Indonesia Tbk menjadi salah satu peristiwa penting di pasar modal Indonesia pada akhir 2025.
Dengan tingkat oversubscription yang sangat tinggi, valuasi kompetitif, serta dukungan ekosistem besar, SUPA memiliki modal awal yang kuat untuk bertumbuh.
Ke depan, kinerja fundamental dan konsistensi eksekusi strategi akan menjadi kunci apakah saham SUPA mampu mempertahankan momentum dan memberikan nilai tambah bagi investor dalam jangka panjang.