SERAYUNEWS – Komisi III DPRD Kabupaten Banyumas, menyoroti rendahnya kepatuhan pembayaran pajak dari berbagai tempat hiburan malam di wilayah Purwokerto dan sekitarnya.
Hasil inspeksi mendadak (sidak) mengungkap, banyak pelaku usaha tidak membayar pajak sesuai aturan. Sehingga ini berdampak langsung pada turunnya potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketua Komisi III DPRD Banyumas, Samsudin Tirta, menyatakan bahwa Komisi III bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) telah melakukan inspeksi ke sejumlah tempat hiburan malam. Hasilnya mengejutkan—banyak usaha tersebut belum membayar pajak secara maksimal.
“Menurut Komisi III pajak dari hiburan malam, hotel, dan restoran itu mereka belum maksimal bayarnya. Kita minta kepada mereka untuk bisa memaksimalkan pembayaran pajaknya,” katanya, Rabu (21/5/2025).
Sebagai tindak lanjut, DPRD sudah melakukan koordinasi dengan manajemen hotel, restoran, dan tempat hiburan malam. Mereka akan berdialog agar memahami kewajiban perpajakan dengan benar.
“Manajemen hotel, manajemen rumah makan, manajemen hiburan malam, sudah Komisi III undang, kita sudah koordinasi. Yang menjadi tuntutan Komisi III ini adalah, mereka bisa membayar maksimal, karena menurut Komisi III sekarang belum maksimal,” ujar Samsudin.
Untuk memastikan transparansi, Komisi III mengusulkan penggunaan aplikasi monitoring pajak di kasir tempat usaha. Dengan sistem ini, pemerintah bisa memantau secara real-time jumlah pajak yang harus mereka bayarkan.
“Kita, Komisi III mengusulkan, nantinya menggunakan aplikasi yang kita pasang di kasir-kasir mereka. Jadi kita bisa memantau bahwa mereka benar-benar sudah membayar kewajibannya,” katanya.
Anggota Komisi III, Abdullah Arif Budiman, menambahkan bahwa banyak pelaku usaha salah menafsirkan cara menghitung pajak. Sebagian tempat hiburan malam hanya menghitung pajak berdasarkan sewa ruangan, bukan dari total omzet.
“Ada pemahaman keliru dari para pelaku hiburan malam, di mana dalam menentukan nilai pajak hiburan hanya sewa ruangannya saja. Seharusnya menetapkan berapa jumlah atau nilai pajak hiburan ke Pemkab adalah omzet kali tarif,” katanya.
Menurut Budi, banyak tempat hiburan malam menerapkan skema penjualan makanan dan minuman dengan bonus sewa ruangan gratis. Padahal harga makanan dan minuman itu, jauh di atas harga pasar.
“Padahal penjualan makanan dan minuman di tempat hiburan malam harganya 10 kali lipat atau lebih dari harga perolehan,” ujarnya.
Ia juga menilai Bapenda kurang tegas dalam pengawasan dan belum memberikan sanksi yang memadai atas pelanggaran tersebut.
“Kemudian atas hal ini Bapenda kurang tajam dalam mengawasi apalagi memberikan sanksi,” katanya.
Sebagai solusi, DPRD meminta semua pihak menyamakan persepsi bahwa dasar perhitungan pajak hiburan adalah omzet, bukan komponen biaya tertentu saja.
“Kemudian ada ketegasan dari dinas terkait dan jika memang itu adalah pelanggaran terhadap perda tarif, maka bisa kasih sanksi bertahap. Dari teguran, surat peringatan sampai dengan penutupan usaha sementara waktu,” tegas Budi.