Ilustrasi artikel tentang pay later. (Freepik.com)
SERAYUNEWS – Dalam beberapa tahun terakhir, layanan pay later atau bayar nanti semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia. Tidak hanya menjadi opsi alternatif dalam bertransaksi, pay later bahkan telah menjelma menjadi gaya hidup bagi sebagian orang.
Kemudahan akses, proses persetujuan yang cepat, dan fleksibilitas pembayaran membuat layanan ini digemari terutama oleh generasi muda dan pengguna aktif e-commerce.
Seiring dengan pertumbuhan ekosistem digital dan meningkatnya kebutuhan konsumtif, masyarakat kini menjadikan pay later sebagai solusi jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga kebutuhan tersier.
Layanan ini pun telah diintegrasikan ke berbagai platform belanja online, aplikasi keuangan, hingga layanan digital lainnya seperti transportasi dan pemesanan makanan.
Data Statistik
Menurut data dari GoodStats (sumber: Populix’s Newspaper), sebesar 48% masyarakat Indonesia menggunakan layanan pay later untuk kebutuhan fashion seperti baju, celana, sepatu, hingga tas.
Menariknya, angka ini juga sama besar dengan jumlah pengguna yang memanfaatkan pay later untuk pembayaran kebutuhan internet, pulsa, paket data, dan tagihan listrik.
Berikut rincian lengkap motivasi penggunaan pay later oleh masyarakat Indonesia pada tahun 2023:
- 48% untuk kebutuhan fashion
- 48% untuk internet, pulsa, paket data, dan listrik
- 35% untuk pengeluaran bulanan
- 21% untuk gadget dan aksesori elektronik
- 19% untuk gadget terbaru seperti ponsel dan tablet
- 10% untuk keperluan hiburan, bepergian, dan staycation
Gaya Hidup Konsumtif dan Tantangan Pengelolaan Keuangan
Fenomena meluasnya penggunaan pay later menandakan perubahan perilaku konsumsi masyarakat yang makin terbuka terhadap pembiayaan digital.
Di satu sisi, layanan ini memberikan kemudahan akses untuk memenuhi kebutuhan secara instan, terutama saat dana tunai belum tersedia.
Namun di sisi lain, peningkatan penggunaan pay later juga menunjukkan potensi pergeseran ke arah gaya hidup konsumtif yang berisiko jika tidak diimbangi dengan literasi keuangan yang memadai.
Fashion Jadi Alasan Utama Pay Later
Sektor fashion menjadi alasan utama masyarakat menggunakan pay later karena sifatnya yang impulsif dan erat kaitannya dengan gaya hidup serta tren.
Banyak pengguna merasa lebih percaya diri dan relevan secara sosial dengan memperbarui penampilan melalui item fashion terbaru, meskipun belum memiliki dana yang cukup saat itu.
Hal ini semakin dipermudah dengan promo-promo dari e-commerce dan kemudahan cicilan tanpa bunga yang ditawarkan oleh layanan pay later.
Sementara itu, kebutuhan untuk membayar internet, pulsa, dan tagihan listrik menunjukkan bahwa pay later juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang bersifat rutin.
Ini mengindikasikan adanya tekanan ekonomi yang membuat sebagian masyarakat memilih menunda pembayaran untuk kebutuhan pokok dengan harapan dapat membayarnya di kemudian hari saat dana tersedia.
Pengguna Pay Later Beresiko Terjebak Utang
Jika kebiasaan ini terus berulang tanpa perencanaan, risiko terjebak dalam lingkaran utang pun meningkat.
Tak hanya itu, sebanyak 35% responden mengaku menggunakan pay later untuk pengeluaran bulanan yang bisa mencakup belanja kebutuhan rumah tangga, transportasi, dan biaya lain-lain.
Diikuti oleh pembelian gadget dan perangkat elektronik dengan persentase yang juga cukup signifikan.
Artinya, pay later ini mulai menjadi instrumen utama dalam pembiayaan konsumsi, bahkan untuk kebutuhan menengah hingga besar.
Fenomena ini perlu menjadi perhatian, baik oleh pemerintah maupun pelaku industri teknologi finansial (fintech), agar dapat diimbangi dengan edukasi finansial yang masif.
Layanan pay later bisa bermanfaat jika digunakan secara bijak, tetapi juga bisa menjadi beban jika digunakan tanpa perhitungan.
Terlebih lagi, banyak pengguna yang belum memahami secara mendalam soal bunga tersembunyi, denda keterlambatan, dan konsekuensi kredit macet.
Kesimpulan
Tren penggunaan pay later memang semakin meluas dan menjadi solusi instan di tengah gaya hidup digital yang serba cepat.
Namun, pengguna harus semakin cerdas dan bertanggung jawab dalam memanfaatkannya, agar kemudahan ini tidak berujung pada masalah keuangan yang berkepanjangan.
Edukasi keuangan dan transparansi layanan menjadi kunci agar pay later bisa benar-benar menjadi alat bantu, bukan jerat finansial.