
SERAYUNEWS – Media sosial kembali diramaikan oleh video dan foto yang memperlihatkan bendera putih berkibar di sejumlah wilayah Aceh. Lantas, apa artinya?
Aksi ini memicu beragam reaksi publik, mulai dari empati hingga perdebatan soal makna di balik pengibaran bendera tersebut.
Banyak warganet mempertanyakan, apakah bendera putih itu sekadar simbol keprihatinan atau menjadi isyarat pesan tertentu kepada pemerintah dan dunia internasional?
Fenomena ini mencuat di tengah kondisi Aceh yang tengah dilanda bencana hidrometeorologi sejak November 2025.
Banjir dan tanah longsor terjadi hampir merata di berbagai daerah, meninggalkan dampak serius bagi masyarakat setempat.
Sejumlah media lokal membenarkan adanya pengibaran bendera putih oleh masyarakat di beberapa daerah.
Bendera tersebut terlihat berkibar di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, hingga Aceh Utara.
Aksi ini dilakukan secara terbuka, dengan bendera putih dipasang di pinggir jalan dan area permukiman.
Di media sosial, berbagai video menunjukkan beberapa pria mengikat kain putih lalu memasangnya di tempat yang mudah terlihat oleh pengguna jalan. Unggahan ini dengan cepat menyebar dan memicu diskusi luas.
Sejumlah akun menyertakan narasi bahwa aksi tersebut merupakan bentuk keputusasaan masyarakat.
Bahkan, ada pula klaim yang menyebutkan pengibaran bendera putih sebagai isyarat meminta perhatian dunia internasional.
“Masyarakat Aceh kembali viral,” tulis akun-akun pengunggah konten itu pada awal Desember 2025.
Jika ditelusuri dari makna universal, bendera putih identik dengan simbol menyerah.
Melansir kamus Cambridge, bendera putih atau white flag dikibarkan untuk menunjukkan bahwa seseorang menerima kekalahan atau tidak berniat menyerang.
Dalam konteks konflik atau peperangan, bendera putih menandakan permintaan gencatan senjata atau tanda menyerah.
Namun dalam konteks sosial dan kemanusiaan, simbol ini kerap mengalami pergeseran makna.
Di Aceh, pengibaran bendera putih lebih dimaknai sebagai ekspresi ketidaksanggupan dan kekecewaan, bukan menyerah dalam arti harfiah.
Banyak warga menilai simbol tersebut sebagai teriakan moral agar kondisi mereka diperhatikan lebih serius.
Aceh menjadi salah satu provinsi paling terdampak bencana hidrometeorologi sepanjang akhir 2025.
Sejak November, wilayah ini dilanda banjir dan tanah longsor akibat curah hujan tinggi yang berlangsung terus-menerus.
Per Selasa (16/12/2025), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban jiwa akibat banjir dan longsor di Aceh mencapai 431 orang.
Angka ini tercatat lebih tinggi dibandingkan Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Tak hanya itu, 32 orang dinyatakan hilang, sementara jumlah korban luka mencapai sekitar 4.300 orang. Dampak kerusakan juga sangat luas, mencakup:
Bencana ini berdampak pada 18 kabupaten/kota di Aceh, membuat aktivitas masyarakat lumpuh dan akses bantuan di beberapa wilayah menjadi terbatas.
Banyak pihak menilai pengibaran bendera putih ini sebagai bentuk protes simbolik.
Masyarakat ingin menyampaikan pesan bahwa mereka berada di titik kritis, baik secara ekonomi maupun sosial, akibat bencana yang berkepanjangan.
Dalam berbagai unggahan, disebutkan bahwa bendera putih dikibarkan sebagai tanda ketidaksanggupan warga bertahan tanpa bantuan yang memadai.
Ada pula narasi yang menyebutkan pengibaran ini sebagai harapan agar bantuan, termasuk dari luar negeri, dapat segera datang.
Klaim tersebut muncul di berbagai platform seperti Facebook, Instagram, dan X.
Konten-konten itu memperlihatkan bendera putih dipasang di pinggir jalan dengan pesan emosional yang menyertainya.***