SERAYUNEWS – Isu seputar blacklist terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di Jepang ramai diperbincangkan publik, usai beredar video pejabat Jepang dengan seorang YouTuber Indonesia, Neo Japan.
Dalam video tersebut, sang pejabat menyampaikan kekhawatiran serius atas meningkatnya keresahan warga lokal Jepang terhadap sejumlah perilaku buruk yang dilakukan sebagian WNI.
Isu ini bahkan sempat membuat gaduh linimasa. Banyak yang panik, terutama mereka yang tengah merencanakan kerja, kuliah, atau sekadar berwisata ke Negeri Sakura.
Apakah benar Jepang akan menutup pintunya untuk orang Indonesia mulai 2026?
Salah satu insiden yang diduga menjadi sorotan adalah aktivitas sekelompok warga Indonesia yang tergabung dalam organisasi silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) di Jepang.
Mereka diketahui berlatih silat dan membentangkan spanduk di area publik seperti jembatan dan taman tanpa izin dari otoritas setempat.
Hal ini dianggap melanggar ketertiban umum dan mengganggu kenyamanan warga.
Meski PSHT sudah meminta maaf dan berjanji menaati aturan, kejadian tersebut rupanya memperburuk citra Indonesia di mata publik Jepang.
Tidak berhenti di situ, kasus kriminal yang dilakukan tiga WNI di Prefektur Ibaraki turut menambah tekanan.
Ketiganya terlibat dalam aksi perampokan rumah warga Jepang pada 2 Januari 2025, dan berhasil ditangkap pada 30 Juni lalu.
Mirisnya, mereka diketahui sebagai overstayer alias tinggal di Jepang melebihi izin yang diberikan.
Dalam video yang beredar, pejabat Jepang memberikan peringatan tegas kepada Neo Japan.
Jika insiden-insiden serupa terus berulang, Indonesia disebut berisiko dimasukkan ke dalam “daftar hitam”. Artinya, Jepang bisa saja menolak:
Tentu, pernyataan ini bukan keputusan resmi pemerintah Jepang, melainkan bentuk kekesalan yang bisa jadi cermin bagi para WNI agar lebih mawas diri saat berada di luar negeri.
Merespons kegaduhan ini, pihak Kementerian Luar Negeri RI menyampaikan bahwa mereka telah memantau perkembangan situasi di Jepang, khususnya yang menyangkut WNI.
Kemlu juga mengakui bahwa belakangan ini memang terjadi peningkatan kasus kriminal yang melibatkan WNI di Jepang.
Beberapa faktor pemicu disebut antara lain tekanan ekonomi, kesulitan beradaptasi, serta kecanduan judi online.
Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah Indonesia berjanji akan memperketat proses pengawasan dan seleksi terhadap calon pekerja migran maupun pelajar yang dikirim ke luar negeri.
Meski belum ada pengumuman resmi dari otoritas Jepang soal blacklist terhadap WNI, teguran yang disampaikan melalui video tersebut seharusnya cukup menjadi alarm.
Pasalnya, hubungan diplomatik dan kerja sama antarnegara sangat bergantung pada kedisiplinan warga masing-masing, terutama mereka yang tinggal di luar negeri.
WNI di Jepang sendiri tercatat cukup banyak, baik sebagai pekerja, pelajar, maupun yang menetap sebagai bagian dari keluarga internasional.
Kehadiran mereka, jika disertai perilaku positif, justru bisa menjadi duta budaya Indonesia yang memperkuat hubungan bilateral.
Apakah WNI benar-benar akan diblacklist dari Jepang mulai 2026? Belum tentu. Tapi ancaman itu nyata jika perilaku tidak bertanggung jawab terus dibiarkan.***