SERAYUNEWS- Dalam khazanah budaya Jawa, kelahiran seseorang tak hanya ditandai oleh tanggal lahir dalam kalender modern semata, tetapi juga oleh sistem weton—penghitungan hari dan pasaran dalam kalender Jawa. Salah satu julukan yang muncul dari hasil perhitungan tersebut adalah “Tulang Wangi”.
Mereka yang “berweton” seperti ini dipercaya memiliki aura spiritual dan kepekaan gaib yang berbeda.
Keistimewaan itu kemudian membawa berbagai mitos, terutama terkait Malam Satu Suro, yaitu malam pertama bulan Suro di kalender Jawa yang dikenal penuh sakralitas dan dibumbui nuansa magis.
Artikel ini akan mengurai keduanya secara mendalam—apa arti “Tulang Wangi”, bagaimana ciri¬cirinya, serta apa makna dan implikasinya saat menjejak Malam Satu Suro.
Malam Satu Suro adalah malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa (korespondensi bulan Muharam dalam kalender Hijriah).
Menurut budaya Jawa, malam ini bukan hanya sekadar pergantian tahun, melainkan momen di mana batas antara dunia nyata dan gaib menjadi sangat tipis.
Banyak orang melakukan ritual ziarah makam, selamatan, serta refleksi spiritual karena diyakini roh leluhur kembali berkeliling bumi—mencari perhatian dan restu.
Dalam konteks ini, mereka yang “berweton tulang wangi” diyakini lebih mudah dirasa atau diganggu oleh makhluk gaib saat malam itu.
Menurut berbagai sumber, menjelang Malam Satu Suro, orang-orang ini bisa tiba-tiba merasa lemas atau terkena gangguan fisik karena energi ritual dan kebersihan pusaka menciptakan benturan gaib.
Secara harfiah, Tulang Wangi merujuk pada orang yang lahir pada beberapa kombinasi weton (hari dan pasaran) tertentu dalam primbon Jawa.
Tulang wangi adalah kombinasi weton yang memiliki “daya tarik kuat” sehingga mampu memikat baik manusia maupun makhluk halus.
Primbon menyebut ada 11 weton yang termasuk kategori ini, seperti Senin Kliwon, Senin Wage, Selasa Legi, Rabu Pahing, Rabu Kliwon, dan seterusnya.
Mereka yang berweton tulang wangi dipercaya memiliki aura spiritual khas—dari fisik yang memikat, kulit bersih, hingga kepribadian memancar—sehingga mendapat perhatian dari manusia dan gaib.
Selain itu, mereka diyakini memiliki kiat spiritual & kepemimpinan yang kuat, sensitivitas terhadap energi halus, bahkan sering mengalami pengalaman supranatural seperti mimpi gaib.
Primbon juga mengungkap bahwa mereka memiliki keberuntungan dalam berbagai aspek—rezeki, hubungan sosial, bahkan potensi spiritual seperti kemampuan menyembuhkan atau berkomunikasi gaib.
Tapi, penting dicatat bahwa sebutan “tulang wangi” ini bukan jaminan lolos dari kesusahan namun diyakini membawa aura batin yang sensitif dan berbeban tanggung jawab spiritual.
Karena sensitivitas yang tinggi, masyarakat Jawa meningkatkan kewaspadaan dan menetapkan beberapa tradisi untuk menjaga keselamatan. Beberapa pantangan umum diantaranya adalah:
Pada intinya, yang mereka jalani adalah ritual perlindungan diri—puasa, tirakat, doa, hingga menjaga tatanan batin—untuk menjaga jatidiri spiritual dan menolak gangguan gaib.
Semoga artikel ini memberi pemahaman menyeluruh tentang apa itu Weton Tulang Wangi, ciri khasnya, serta kaitannya dengan Malam Satu Suro.***